Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Demi keberlangsungan perekonomian yang sehat dan berkelanjutan, pemerintah akan membahas kebijakan subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi setelah pemilu legislatif pada bulan Mei mendatang. Kebijakan subsidi tetap ini tidak bisa berlaku untuk listrik.
Alhasil, jalan kenaikan tarif menjadi pilihan yang ditempuh. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengerek tarif listrik mulai 1 Mei 2014.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pendekatan subsidi listrik adalah subsidi per kelompok. Ada kelompok yang dihilangkan subsidinya, ada yang dikurangi subsidinya, dan ada kelompok yang masih bisa dipertahankan subsidinya.
"Beda dengan subsidi bbm," ujar Bambang, Jumat (24/1). Jadi, pemberlakuan subsidi tetap tidak bisa dilakukan pada listrik karena ada pengelompokan golongan.
Sekedar gambaran, dalam kelompok listrik ada berbagai klasifikasi. Misalnya kelompok I-3 dan I-4. Kelompok I-3 adalah kelompok perusahaan yang tercatat di bursa saham dan mengonsumsi listrik di atas 200 kilo volt ampere (kVa).
Sedangkan kelompok I-4 adalah golongan rumah besar yang mengonsumsi listrik sebesar 30.000 kilo volt ampere. Sisanya ada kelompok rumah tangga besar (R-3), bisnis menengah (B-2), bisnis besar (B-3), dan kantor pemerintah sedang (P-1).
Atas rencana pemerintah mengkaji kebijakan subsidi tetap ini, Bank Indonesia (BI) menyambut positif. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, konsep subsidi tetap adalah hal yang sehat untuk ketahanan fiskal pemerintah.
Hanya saja, skenario kebijakan ini akan dilihat BI. Seberapa besar subsidi per liter yang akan diputuskan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika kebijakan ini jadi maka kenaikan harga bbm disinyalir tidak akan terjadi. "Subsidi pemerintah pun sudah lebih pasti," tandas Mirza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News