kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.035.000   26.000   1,29%
  • USD/IDR 16.450   11,00   0,07%
  • IDX 7.866   64,56   0,83%
  • KOMPAS100 1.100   10,59   0,97%
  • LQ45 795   1,66   0,21%
  • ISSI 269   3,22   1,21%
  • IDX30 412   1,18   0,29%
  • IDXHIDIV20 479   1,50   0,31%
  • IDX80 121   0,39   0,32%
  • IDXV30 133   1,12   0,85%
  • IDXQ30 133   0,61   0,46%

Lipi: Sistem presidential threshold harus dihapus


Jumat, 13 September 2013 / 20:51 WIB
Lipi: Sistem presidential threshold harus dihapus
ILUSTRASI. Wall Street. REUTERS/Brendan McDermid


Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pengamat politik dari  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengungkapkan, sistem presidential threshold (PT) sudah tidak relevan lagi diberlakukan pada sistem pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Menurutnya, sistem PT menutup kemungkinan bagi anak bangsa terbaik untuk menjadi pemimpin Indonesia karena terbentur ketentuan aturan tersebut.

"Saatnya untuk tidak pakai sistem presidential threshold. Sistem ini justru membelenggu tidak hanya partai besar, tetapi semua partai terbungkus,” ungkapnya.

Siti melihat, situasi saat ini cenderung mempertahankan sistem PT. "Memang mereka (DPR) lebih setuju pada aturan presidential threshold, sehingga nanti akan muncul hanya partai tertentu yang bisa mengusulkan pasangan Capres maksimal 4 orang, mungkin seperti itu,” imbuhnya.

Karena itu, peneliti senior ini menuntut adanya revisi Undang-Undang Pilpres untuk melepaskan sistem presidential threshold. "Iya harus direvisi. Jangan ada lagi sistem presidential threshold dan aturan dana kampanye,” pungkasnya.

Siti berharap, niatan untuk memperbaiki kualitas pemilu dan membenahi sistem demokrasi, harus dikedepankan oleh fraksi-fraksi di DPR.

“Jadi inisiatifnya itu masih berpikir per-fraksi atau kepentingan partai masing-masing. Mau sampai kapan? Itulah tarik menarik yang kental yang ending-nya bukan untuk memperbaiki Indonesia ke depan,” cetus Siti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×