Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Tim Asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei, 8 tahun penjara subsider 6 bulan kurungan dan denda Rp 1 miliar dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Terkait tuntutan tersebut, kuasa hukum Lin Che Wei menilai bahwa tuntutan JPU tidak berdasarkan pada fakta persidangan.
Menurutnya, berdasarkan bukti dan keterangan saksi-saksi, termasuk saksi ahli di persidangan, tidak ada perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Lin Che Wei dalam penerbitan persetujuan ekspor CPO dan turunannya.
Baca Juga: Korupsi Minyak Goreng Lin Che Wei Dituntut 8 Tahun, Lebih Berat dari Indra Sari Wisnu
"Motif terdakwa adalah membantu Menteri Perdagangan yang kesulitan dan mendapat banyak tekanan akibat mahalnya harga sawit dunia, yang memengaruhi harga dan pasaran CPO maupun minyak goreng di Indonesia," ujar kuasa hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail, dalam keterangannya, Sabtu (24/12).
Maqdir melanjutkan, kliennya tidak pernah melakukan perbuatan yang berdampak buruk bagi Kementerian Perdagangan maupun perbuatan melawan hukum atau dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang atau bertentangan dengan Peraturan Daerah.
Tim kuasa hukum Lin Che Wei lainnya, Lelyana Santosa menambahkan bahwa Lin Che Wei baru diundang secara resmi oleh Mendag untuk menjadi mitra diskusi tiga hari setelah Kemendag memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pada 11 Januari 2022.
Menurutnya, Lin Che Wei tidak pernah mengusulkan perubahan syarat persetujuan ekspor hanya berdasarkan realisasi distribusi DMO.
Sementara usulan untuk mengembalikan persyaratan PE dalam Permendag 8/2022 ke peraturan sebelumnya, yaitu Permendag 2/2022, dalam fakta persidangan terbukti berasal dari pelaku usaha. Namun, usulan tersebut tidak pernah diimplementasikan.
Baca Juga: Sidang Korupsi Minyak Goreng, Dirjen Kemdag Indra Sari Wisnu Wardhana Didakwa 7 Tahun
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Handika Honggowongso, menyebutkan sejumlah bukti betapa tidak akurat dan tidak tepatnya perhitungan yang dilakukan Rimawan.
Salah satunya adalah Rimawan mengubah nilai kerugian perekonomian negara yang dalam BAP mencapai Rp 12,3 triliun, menjadi Rp 10,9 triliun saat memberikan keterangan di persidangan.
Ia menambahkan, kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan oleh produksi maupun ekspor, tetapi lebih disebabkan masalah distribusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News