Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai kondisi kas pemerintah saat ini sangat kuat dan mampu menopang kebutuhan belanja negara pada awal tahun depan tanpa tekanan pembiayaan yang berarti.
Data terakhir menunjukkan bantalan kas pemerintah sangat tebal, di mana per Juli 2025 saldo kas pemerintah di Bank Indonesia mencapai sekitar Rp 450,5 triliun, dan pada 12 September 2025 pemerintah juga menempatkan Rp 200 triliun di bank umum dengan bunga rendah untuk mendorong penyaluran kredit.
Menurutnya, penempatan dana tersebut dilakukan melalui mekanisme deposito yang dapat diperpanjang, di luar pembelian surat utang, dan berfungsi utama untuk menjaga likuiditas kas serta mendukung pembiayaan program pemerintah.
Baca Juga: Kemenkeu Akan Evaluasi Penempatan Kas Negara Rp 200 Triliun di Bank Himbara
Josua menjelaskan, kebutuhan dana kas pada dua hingga tiga bulan pertama tahun depan dapat dihitung sederhana berdasarkan realisasi tahun berjalan.
Hingga 31 Agustus 2025, realisasi belanja negara mencapai Rp 1.960,3 triliun, sedangkan pendapatan negara sebesar Rp 1.638,7 triliun.
"Artinya, selama delapan bulan rata rata belanja sekitar Rp 245 triliun per bulan, pendapatan sekitar Rp 205 triliun per bulan, dan selisihnya atau defisit kas rata rata sekitar Rp 40 triliun per bulan," katanya.
Dengan perhitungan tersebut, total kebutuhan dana kotor untuk membiayai belanja dua bulan pertama 2026 sekitar Rp 490 triliun, dan untuk tiga bulan pertama sekitar Rp 735 triliun.
Namun, karena ada pemasukan rutin setiap bulan, kebutuhan pembiayaan bersih yang harus ditutup melalui kas atau utang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar Rp 80 triliun untuk dua bulan pertama dan Rp 120 triliun untuk tiga bulan pertama.
Baca Juga: Stimulus Fiskal Sebesar Rp 24,4 Triliun Dinilai Tak Cukup Kuat Dorong Konsumsi
"Dengan cadangan kas yang saat ini tersedia, khususnya SAL dan saldo kas pemerintah di BI serta penempatan di perbankan, ruangnya sangat memadai untuk menutup kebutuhan awal tahun sambil menunggu penerimaan dan penarikan pembiayaan berjalan," jelas Josua.
Josua menambahkan, arus masuk kas awal tahun tidak hanya bertumpu pada pajak. Sepanjang 2025, penerimaan pajak bulanan rata-rata mencapai Rp 180 triliun, sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Agustus mencapai Rp 306,8 triliun, atau menambah puluhan triliun rupiah per bulan ke kas negara.
"Kedua sumber ini ikut mengurangi kebutuhan pembiayaan bersih di awal tahun," imbuhnya.
Dari sisi pembiayaan, Josua menilai kondisi pasar selama 2025 mendukung. Minat investor terhadap surat utang pemerintah tetap tinggi, tercermin dari rasio penawaran terhadap jumlah yang dimenangkan sekitar tiga kali lipat sepanjang tahun.
Tingkat imbal hasil surat utang tenor 10 tahun juga turun dibanding awal tahun, menunjukkan biaya pembiayaan lebih terjaga.
Baca Juga: Ada Tambahan Likuiditas Bank Tak Kerek Target
Ia menambahkan, strategi penarikan pembiayaan lebih awal dan pengelolaan cadangan kas oleh Kementerian Keuangan terbukti efektif menjaga kelancaran belanja negara meski di tengah potensi gejolak pasar.
"Hal-hal tersebut ditunjukkan pada bagian pembiayaan dan pasar SBN. Dengan kombinasi likuiditas kas yang besar dan akses pasar yang baik, kebutuhan awal tahun berada dalam kategori aman," sambungnya.
Namun, Josua mengingatkan adanya beberapa faktor yang dapat membuat kebutuhan kas bergeser.
Pertama, kewajiban belanja yang bersifat wajib seperti pensiun dan subsidi harus dibayar tepat waktu, sementara subsidi energi sensitif terhadap pergerakan harga minyak dan nilai tukar.
Realisasi subsidi dan kompensasi sampai Agustus 2025 mencapai Rp 218 triliun dan sangat dipengaruhi harga minyak dan kurs.
Baca Juga: OK Bank: Pertumbuhan Kredit Investasi yang Kuat Cerminkan Optimisme Pelaku Usaha
Kedua, penyaluran transfer ke daerah berjalan sejak Januari dan porsinya besar dalam belanja bulanan.
Ketiga, jatuh tempo surat utang pada awal tahun akan dikelola melalui lelang dan pengelolaan kas, namun tetap perlu ruang kas yang cukup.
"Semua ini menegaskan pentingnya menjaga cadangan kas beberapa puluh triliun di atas kebutuhan rata rata bulanan," pungkasnya.
Selanjutnya: Pembiayaan Konsumsi BSI Tumbuh 16,2% di Juni 2025
Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (6/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News