Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus menumpuk. Liabilitas BUMN tercatat mencapai Rp 6.710 triliun per tahun 2020, naik 9,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Merujuk laman resmi bumn.go.id, kenaikan liabilitas pada tahun 2020 didominasi oleh BUMN di sektor perbankan dan energi. Antara lain dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), PT PLN (Persero), dan PT Pertamina (Persero).
Sumber peningkatan liabilitas di tahun lalu terutama berasal dari kenaikan simpanan nasabah dari sektor perbankan dalam bentuk dana pihak ketiga, sebagai akibat penurunan pola konsumsi masyarakat selama pandemi. Selain itu, ada peningkatan liabilitas sewa guna usaha sehubungan dengan penerapan PSAK 73 yang mengakibatkan kapitalisasi aset dan liabilitas sewa guna usaha.
Dalam lima tahun terakhir, liabilitas BUMN terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2016, liabilitas BUMN tercatat sebesar Rp 4.216 triliun. Setahun kemudian naik menjadi Rp 4.833 triliun. Pada 2018 menanjak lagi ke angka Rp 5.586 triliun, lalu mencapai Rp 6.122 triliun pada 2019.
Sepanjang tahun 2020, liabilitas BUMN naik 9,6% menjadi Rp 6.710 triliun. Meski utang perusahaan-perusahaan plat merah terus menanjak, namun Kementerian BUMN melihat kondisi utang ini masih dalam taraf yang tidak mengkhawatirkan.
Baca Juga: Punya liabilitas Rp 41,27 triliun per semester I-2021, ini kata PTPP
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan, total liabilitas Rp 6.710 triliun itu masih harus dirinci. Arya membeberkan, sekitar 31% dari total liabilitas tersebut merupakan utang pendanaan. Artinya, utang pendanaan BUMN sampai tahun lalu mencapai Rp 2.080 triliun.
"Kemudian hampir 47% merupakan dana pihak ketiga sektor perbankan, sisanya merupakan pendanaan utang usaha dan hutang lain-lain," kata Arya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (23/9).
Menurut dia, tingkat utang yang dimiliki BUMN masih tergolong sehat dari sisi perusahaan. Secara kolektif, BUMN memiliki rasio utang pendanaan terhadap total modal di bawah 45%.
"Angka rasio ini masih terjaga selaras dengan rasio sejenis untuk perusahaan-perusahaan investment grade," sambung Arya.
Setiap BUMN pun memiliki strategi dan roadmap dalam pengelolaan utangnya. Oleh sebab itu, dia mengklaim utang BUMN masih dalam kategori aman, tidak mengkhawatirkan. "Kan biasa namanya bisnis punya utang, sepanjang utangnya memang untuk pengembangan bisnisnya," tandas Arya.