Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam tindakan kekerasan dan perampasan kamera yang menimpa sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan jatuhnya pesawat Hawk 200 milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) di Riau, Selasa (16/5)
Dalam pernyataan sikapnya, LBH Pers menyatakan, aksi pemukulan merupakan bentuk arogansi dan merupakan tindakan pidana serta merupakan pelanggaran hukum atas UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pemukulan tersebut dilakukan pada saat jurnalis sedang melakukan tugas jurnalistiknya dan dengan demikian TNI AU telah menghalang-halangi peliputan,” kata pernyataan resmi yang di teken oleh Dedi Ahmad, SH, Kepala Divisi Non Litigasi LBH Pers yangt diterima KONTAN, Selasa (16/10).
Menurut informasi LBH Pers, kekerasan terhadap jurnalis itu dilakukan saat mereka sedang menjalankan tugas. Beberapa wartawan mendapatkan pukulan itu diantaranya; Febrianto Budi Anggoro dari Antara, Didik dari Riau Pos, Dewo Riau Channel, dan dua wartawan Rtv.
Tak hanya itu, dalam peristiwa itu, aparat TNI AU juga merampas dua kamera wartawan. Untuk itu, LBH Pers mengecam tindak kekerasan, perampasan serta menghalangi tugas jurnalis tersebut. “Semestinya, TNI AU tidak melakukan upaya kekerasan jika memegang prosedur dan patuh hukum, seperti Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999 Tentang Pers,” jelas sikap LBH Pers itu.
Tugas seorang Jurnalis dalam mengemban profesinya dilindungi oleh aturan dan undang-undang. Seperti dalam Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa kewajiban Pers nasional disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Pers nasional memiliki kewajiban untuk memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah,” jelas kutipan Undang-undang tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News