Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual memproyeksi, posisi cadangan devisa (cadev) ke depan akan meningkat. Hal tersebut karena posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akan mengalami penguatan.
Menurut David, penguatan nilai tukar rupiah ke depan dipengaruhi oleh arus modal asing yang masuk (capital inflow). Utamanya, dari kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty . "Ke depan saya pikir pengaruh dari Tax Amnesty akan mendorong kecenderungan cadev untuk terus naik," kata David kepada KONTAN, Jumat (5/8).
Per akhir Juli 2016, posisi cadev meningkat menjadi US$ 111,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 109,8 miliar. Menurut David, peningkatan tersebut terjadi karena adanya inflow yang masuk ke instrumen valas BI dan hasil migas.
Sementara itu, inflow ke pasar modal selama Juli 2016 saja tercatat US$ 1,9 miliar atau Rp 25 triliun. Oleh karena itu, selama Juli kurs rupiah stabil di level Rp 13.200 per dollar AS. "Suplai valas relatif berlimpah jadi intervensi BI sama sekali tidak ada," tambahnya.
Meski demikian menurutnya, BI harus tetap menjaga kurs rupiah di level yang kompetitif mendukung ekspor Indonesia. Rencana pemerintah mengubah asumsi kurs rupiah dalam APBN-P tahun ini menjadi Rp 13.300 per dollar AS menurutnya, sudah tepat. Jika rupiah menguat melebihi Rp 12.700 per dollar AS justru mendorong impor.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo sebelumnya mengatakan, jumlah dana asing yang masuk (capital inflow) sejak Januari hingga akhir Juli 2016 Rp 129,7 triliun. Hal ini membuat rupiah menguat 5,1%-5,2% year to date.
Ke depan, Agus memperkirakan banyaknya capital inflow yang didorong oleh Tax Amnesty. Namun ia memastikan, BI akan tetap berada di pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sesuai fundamentalnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News