Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tiada hari tanpa euforia beleid pengampunan pajak atau tax amnesty. Bahkan kendati belum mulai berlaku, beleid pengampunan pajak ini sanggup memompa dana panas (hot money) ke cadangan devisa. Efek selanjutnya, nilai tukar rupiah menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Data terbaru dari Bank Indonesia, mencatat, cadangan devisa Juni 2016 sebesar US$ 109,8 miliar, naik US$ 6,2 miliar dibandingkan akhir Mei 2016 sebesar US$ 103,6 miliar. Kenaikan nilai cadangan devisa per akhir Juni ini merupakan tertinggi selama 2016.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, cadangan devisa tertolong besarnya capital inflow sejak Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak disahkan. Nilai capital inflow Januari hingga 24 Juni 2016 sebesar Rp 97 triliun, lebih tinggi dari periode sama 2015 sebesar Rp 57 triliun.
Di samping sentimen positif tax amnesty, kenaikan cadangan devisa dipicu oleh penerbitan euro bonds sebesar € 3 miliar dan samurai bond ¥ 100 miliar, Juni lalu. Saat itu juga, BI melelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas sebesar US$ 500 juta.
BI mengatakan, setelah beleid tax amnesty disahkan pada 28 Juni 2016, nilai inflow naik Rp 11 triliun.
Agus menambahkan, capital inflow Januari hingga pekan lalu sebesar Rp 108 triliun, melonjak dibandingkan dengan inflow sepanjang tahun 2015 sebesar Rp 55 triliun. Melihat gejala derasnya inflow ini, BI yakin tax amnesty akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih tinggi dari perkiraan semula.
Jika target dana repatriasi terealisasi 100%, menurut Agus, pertumbuhan ekonomi pada 2016 bisa mencapai 5,35%. Sebelumnya, tanpa tax amnesty, pertumbuhan ekonomi hanya di level 5,03%.
"Dana repatriasi meningkatkan belanja pemerintah," kata Agus.
Euforia UU Tax Amnesty ini berdampak pada penguatan kurs rupiah. Kurs rupiah hingga pertengahan 2016 menguat 5,27% (Ytd) di level Rp 13.095 per dollar Amerika Serikat (AS) pada 13 Juli 2016. Kemarin, rupiah menguat ke level Rp 13.073 per dollar AS.
BI memperkirakan, rata-rata kurs rupiah hingga akhir 2016 di level Rp 13.300, menguat dari proyeksi sebelumnya Rp 13.600.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, nilai tukar rupiah sampai akhir tahun berpotensi stabil di kisaran Rp 13.000-Rp 13.500 per dollar AS. BI dan pemerintah harus memperkuat fundamental ekonomi. Itu untuk mengantisipasi capital outflow akibat sentimen negatif.
Pemerintah dan BI juga perlu berkoordinasi mengelola ekspektasi investor, khususnya terkait target pertumbuhan ekonomi dan implementasi paket kebijakan. "Optimalisasi belanja pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur juga faktor yang ditunggu investor," katanya.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengingatkan, penguatan rupiah kali ini kurang memiliki basis fundamental kuat. Idealnya, peningkatan cadangan devisa sebagai penopang rupiah, berasal dari peningkatan kinerja ekspor. Dus, waspada sajalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News