kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KTT G20 Bisa Hasilkan Tekanan Penghentian Perang di Ukraina? Ini Kata Pengamat


Selasa, 08 November 2022 / 20:33 WIB
KTT G20 Bisa Hasilkan Tekanan Penghentian Perang di Ukraina? Ini Kata Pengamat
Petugas melintas di area Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (5/11/2022). KTT G20 Bisa Hasilkan Tekanan Penghentian Perang di Ukraina? Ini Kata Pengamat


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengamat menilai gelaran G20 di Bali tidak akan menghasilkan tekanan yang cukup bagi penghentian perang di Ukraina meski mayoritas peserta sepakat sepihak Rusia tersebut mempengaruhi agenda pembangunan masing-masing negara.

Indonesia menjadi tuan rumah presidensi G20 pada 2022 dan akan menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November mendatang. 

Tema KTT G20 tahun ini adalah Recover Together Recover Stronger dengan mengusung tiga fokus utama, yakni Global Health Architecture, Sustainable Energy Transition, dan Digital Transformation.

G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20  merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% produk domestik bruto (PDB) dunia. 

Baca Juga: Tinjau Tempat KTT G20, Jokowi Pastikan Indonesia Siap Menerima Tamu-Tamu G20

Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Mantan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi mengatakan tidak ada agenda KTT G20 yang lebih penting selain : Hentikan perang Rusia di Ukraina. 

“Sebagai ketua penyelenggara KTT, Indonesia masih punya waktu untuk terus menyuarakan Perdamaian. Keberhasilan G20 di Bali sangat ditentukan oleh adanya Komunike bersama untuk menghentikan perang,” ujarnya, Selasa (8/11).

Dubes yang bertugas di Kiev selama 4,5 tahun tersebut mengingatkan pasca kunjungan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina pada 30 Juni lalu, bantuan kongkrit apa yang sudah diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada Ukraina.

“Invasi perang Rusia di wilayah kedaulatan Ukraina telah memasuki bulan ke-9. Indonesia tidak seharusnya diam. Berbuatlah demi kemanusiaan,” tegasnya.

Baca Juga: Kemungkinan Besar Presiden Rusia Vladimir Putin Tak Hadir di KTT G20 Bali

Radityo Dharmaputra, dosen di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga menilai gelaran G20 harusnya menjadi kesempatan Indonesia untuk menunjukkan bahwa saat ini Indonesia adalah salah satu pemimpin dunia dan wakil dari negara-negara berkembang.

Dia menganjurkan agar Indonesia aktif menggalang solidaritas negara-negara non-Barat seperti Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Brasil, India, Meksiko, Korea Selatan, Tiongkok, dan Turki untuk meminta Rusia menghentikan serangan, kembali ke wilayahnya sebelum invasi, serta mengembalikan wilayah Ukraina 

“Setelah kelompok penekan fokus mendorong Rusia mengambil Tindakan damai, baru sesudah itu Indonesia dan negara-negara tersebut bisa mengadakan forum perdamaian sebagai bagian dari negosiasi,” tutur mahasiswa Doktoral di Universitas Tartu, Estonia tersebut.

Tanpa itu, lanjutnya, maka semua upaya dan kesepakatan yang tercapai hanya akan jadi bagian seremonial belaka, karena tidak menyasar penyebab utama dari krisis ekonomi dan pangan dunia saat ini, yaitu perang Rusia di Ukraina.

Baca Juga: KTT G20: Peran Indonesia Menjadi Jembatan Pemulihan Ekonomi Global

Menurut Radityo, kegagalan mendorong upaya perdamaian agar kondisi ekonomi dunia segera pulih, akan membuat relevansi G20 dipertanyakan. Apalagi, kalau sampai tidak ada kesepakatan penting atau komunike yang dihasilkan maka akan menimbulkan pertanyaan untuk apa dibentuk G20.

Dia mencontohkan sebelum perhelatan puncak G20 yang berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike bahkan deadlock sangat mungkin terjadi. Salah satu diantaranya adalah soal perdagangan karbon yang sampai saat ini belum mencapai titik kesepakatan.

Begitu juga pertemuan menteri keuangan dan bank sentral yaitu The 4th Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting atau FMCBG G20, di Washington D.C., Amerika Serikat pada awal Oktober lalu harus berakhir tanpa kesepakatan bersama atau komunike akibat perang Rusia vs Ukraina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×