Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia saat ini tengah menghadapi tiga krisis planet (triple planetary crisis), yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Adapun ketiganya saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi.
“Dalam situasi krisis seperti ini tidak ada pilihan lain kecuali bekerja sama. Paradigma kolaborasi harus kita kedepankan,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat menyampaikan pidato pada High Level Segment Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-27 di Mesir, Senin (7/11).
Indonesia sendiri, lanjut Ma'ruf, telah menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contribution yang memuat peningkatan target penurunan emisi Indonesia menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri, dan 43,20% dengan dukungan internasional.
Peningkatan tersebut selaras dengan perkembangan signifikan kebijakan pemerintah Indonesia. Antara lain perluasan konservasi dan restorasi alam, penerapan pajak karbon, mencapai Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inisiasi program biodiesel B40.
“Guna memastikan pendanaan transisi energi, Indonesia telah meluncurkan Country Platform for Energy Transition Mechanism,” ujar Ma'ruf.
Baca Juga: Wapres Ajak Lembaga Keuangan dan Swasta Dukung Pembiayaan Transisi Energi
Ma'ruf mengatakan, semua upaya nasional tersebut perlu disertai dukungan internasional yang jelas. Termasuk penciptaan pasar karbon yang efektif dan berkeadilan, investasi untuk transisi energi, dan pendanaan untuk aksi iklim.
“Untuk itu COP27 harus dimanfaatkan tidak hanya untuk majukan ambisi, namun juga implementasi, termasuk pemenuhan dukungan dari negara maju kepada negara berkembang,” ucap Ma'ruf.
Lebih jauh, Wapres menekankan bahwa semua negara harus menjadi bagian dari solusi mengatasi persoalan iklim. Semua negara harus berkontribusi sesuai kapasitas masing-masing dengan semangat burden-sharing bukan burden-shifting.
“Negara yang lebih mampu harus membantu dan memberdayakan negara lainnya,” ujar Ma'ruf.
Ma'ruf menyampaikan, Indonesia telah mengusulkan strategi jangka panjang yang mengeksplorasi peluang menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Indonesia juga melakukan berbagai upaya lintas sektor untuk menuju target tersebut. Termasuk percepatan transisi energi terbarukan dan inisiatif untuk mengurangi emisi industri di seluruh sektor dan rantai pasokan.
Oleh sebab itu, tutur Wapres, untuk mengatasi masalah iklim ini, Indonesia terus berupaya mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan. Diantaranya melalui reboisasi, penanaman kembali dan pengelolaan ketinggian air lahan gambut, termasuk restorasi 756.000 hektar kawasan bakau.
Berkenaan dengan pendanaan aksi iklim, Indonesia mendesak negara-negara maju untuk setidaknya menggandakan penyediaan pendanaan iklim kolektif mereka untuk adaptasi iklim di negara-negara berkembang.
“Hal ini dapat diperkuat melalui peta jalan yang konkret, termasuk pengaturan pendanaan pada kerugian dan kerusakan (loss and damages) yang akan didirikan berdasarkan Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),” kata Ma'ruf.
Selanjutnya, Ma'ruf juga mendorong dunia untuk mengeksplorasi keuangan Islam sebagai sumber pembiayaan alternatif dan inovatif untuk green economy recovery dan aksi iklim. Dalam hal ini, Indonesia berkomitmen untuk memberikan contoh.
“Kita juga perlu mendorong transisi yang adil (just transition). Hal ini terutama berlaku di sektor energi di mana transisi seringkali berpihak pada kepentingan strategis tetapi melupakan kelompok miskin dan rentan,” kata Ma'ruf.
Baca Juga: Target Penurunan Emisi Karbon Dinaikkan Jadi 31,89% di 2030
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News