Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menghindari konflik kepentingan, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) produsen makanan ringan Taro, PT Putra Taro Paloma menetapkan untuk tak memberikan hak suara kepada kreditur terafiliasi.
Taro bersama PT Balaraja Putra Paloma masuk belenggu PKPU atas permohonan dari PT Bank UOB Indonesia. Perkara yang terdaftar dengan nomor 117/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Jkt.Pst. di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini dikabulkan pada 5 September 2018 lalu.
"Tidak ada hak suara bagi kreditur terafiliasi, tujuannya agar menghindari conflict of interest dalam proses PKPU," kata Pengurus PKPU Djawoto Jowono kepada Kontan.co.id, Senin (8/10).
Hal tersebut, disebutkan Djawoto ditetapkan oleh hakim pengawas dalam rapat pengurus.
Sementara hingga 28 September 2018, pengurus sendiri telah menerima tagihan sementara dari 60 kreditur senilai total Rp 686,51 miliar.
Perinciannya berasal dari 1 kreditur separatis (dengan jaminan) yang didaftarkan UOB senilai Rp 190,71 miliar, dan 59 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 495,80 miliar.
Sementara dari jumlah tersebut, setidaknya diketahui ada tagihan terafiliasi dari PT Subafood Pangan Jaya Rp 86,59 miliar. Taro, Subafood, dan Balaraja sendiri merupakan entitas anak dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).
Sementara itu terkait masuknya tagihan afiliasi, kuasa hukum Taro dan Balaraja Pringgo Sanyoto dari Kantor Hukum Kresna & Associates bilang tak ada masalah soal pendaftaran dari kreditur yang terafiliasi dengan debitur.
"Tidak ada masalah sebenarnya, intinya kan tagihan diterima tapi kreditur tak memiliki hak suara. Di PKPU (entitas Tiga Pilar) lainnya juga demikian," kata Pringgo.
Asal tahu, empat entitas anak Tiga Pilar lainnya: PT Sukses Abadi Karya Inti; PT Dunia Pangan; PT Jatisari Srirejeki; dan PT Indo Beras Unggul juga tengah menjalani proses PKPU di Pengadilan Niaga Semarang.
Bedanya, tagihan afiliasi datang dari induknya, Tiga Pilar. Dari total tagihan senilai Rp 3,82 triliun, Rp 2,4 triliun berasal dari tagihan Tiga Pilar. Tagihan ini sendiri berasal dari surat-surat utang yang diterbitkan oleh Tiga Pilar, dengan jaminannya beberapa debitur PKPU tadi.
Dari Laporan Keuangan 2017 diketahui, Tiga Pilar merilis Obligasi TPS Food I/2013 senilai Rp 600 miliar, dan Sukuk Ijarah TPS Food I/2013 senilai Rp 300 miliar dijaminkan dengan aset tetap PT Tiga Pilar Sejahtera (entitas anak), Jatisari, dan entitas anak lainnya PT Poly Meditra Indonesia, serta piutang performing Tiga Pilar (entitas anak).
Sementara untuk Sukuk Ijarah TPS Food II/2016 senilai Rp 1,2 triliun dijaminkan atas aset tetap Sukses Abadi.
Nah, dalam PKPU empat entitas anaknya di Semarang ini, Tiga Pilar juga kehilangan hak suaranya. Alasannya sama, soal menghindari konflik kepentingan. Sebab, dengan nilai tagihan sebesar itu, Tiga Pilar tentu akan punya suara mayoritas dalam pemungutan suara (voting) rencana perdamaian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News