kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

KPPU tetapkan 12 perusahaan unggas lakukan kartel


Kamis, 13 Oktober 2016 / 18:34 WIB
KPPU tetapkan 12 perusahaan unggas lakukan kartel


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan 12 perusahaan perunggasan secara sah dan meyakinkan melakukan kartel atas pengafikiran dini 2 juta parent stock (PS) pada September 2015.

Dalam sidang putusan, Kamis (13/10), Ketua majelis komisi Kamser Lumbanradja mengatakan, 12 perusahaan telah melanggar Pasal 11 UU No. 5/1999. Pasal tersebut menyebutkan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan tidak sehat.

Dari 12 perusahaan itu tiga diantaranya perusahaan publik yakni PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dan PT Malindon Feedmill Tbk (MAIN) sebagai terlapor I,II, dan III.

"Mengadili, menyatakan secara sah dan menyakinkan terlapor 1-12 telah melakukan kartel," ungkap Kamser dalam amar putusan yang dibacakan di gedung KPPU.

Menurut majelis komisi, peraturan afkir dini yang dikeluarkan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang mengharuskan para perusahaan untuk melakukan afkir dini tahap pertama 2 juta ps dari 6 juta PS dinilai permintaan dari para pengusaha.

Hal itu dibuktikan dari fakta pengadilan yang menyatakan, para pengusaha meminta adanya afkir dini kepada pemerintah lantaran adanya oversupply day old chicken (DOC). Padahal, menurut majelis, tidak ada data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan soal oversupply DOC.

Pemerintah saat itu hanya melihat data dari asosiasi perusahaan Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU). Padahal, menurut KPPU, yang berhak melansir data terkait adalah Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penghimpun data negara yang bersifat independen.

Majelis juga menilai, pasca pengafkiran dini tersebut terdapat kenaikan harga DOC final stock (FS) ditingkat breede. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan harga sekitar Rp 1.000 pada November dan Desember 2015 dibandingkan harga rata-rata Februari-Oktober 2015.

Tak hanya itu, dengan adanya afkir dini tahap I terhadap 2 juta ekor PS, majelis komisi menilai, setidaknya terdapat kerugian sekitar Rp 224 miliar bagi peternak intergrasi dan peternak mandiri.

Lalu soal klaim para perusahaan yang merasa dirugikan dengan adanya afkir dini, majelis berpendapat kerugian tersebut justru bisa ditutupi dengan kenaikan harga DOC FS pada November-Desember 2015. Di mana, penjualan daging afkir dini PS itu sekitar Rp 20.000 per ekor.

Selain itu ada pula penghematan biaya produksi yang dialami perusahaan seperti pakan ternak, obat-obatan vitamin dan vaksin yang seharusnya dikeluarkan selama 10 minggu.

Atas putusan tersebut, KPPU menetapkan pembatalan perjanjan pengafkiran PS yang diteken oleh para perusahaan pada 14 September 2015. Dalam amarnya, KPPU menetapkan total denda Rp 119,67 miliar bagi para perusahaan. Di mana, bagi CPIN dan JPFA dikenakan denda maksimal sebesar Rp 25 miliar dan MAIN senilai Rp 10,83 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×