Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait untuk menyelidiki naiknya harga obat terapi Covid-19.
Komisioner KPPU Guntur S Saragih mengatakan, terjadi kenaikan harga terapi Covid-19 yang terjadi di beberapa wilayah. Hal ini hasil dari survei kantor wilayah KPPU pada harga obat yang telah ditetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4826/2021 Tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“Memang tidak merata hasil kesimpulannya, baik alat kesehatan maupun obat. Namun demikian bisa saya sampaikan, kami memutuskan untuk bahan obat, tabung oksigen, alat kesehatan terkait dengan Covid-19 kami memutuskan untuk memasukkan ini dalam proses pemeriksaan dalam ranah penegakan hukum,” ujar Guntur dalam konferensi pers virtual, Rabu (7/7).
Baca Juga: Makin ngeri, kematian akibat corona di Indonesia tambah 1.040 orang, Rabu (7/7)
Guntur mengatakan, adanya indikasi kenaikan harga akan segera ditindaklanjuti dengan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait seperti produsen, distributor dan penjual. Hal ini untuk memastikan apakah melonjaknya harga tersebut murni karena permintaan yang tinggi tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai atau tidak.
“Ini untuk memastikan apakah perbedaan disparitas harga disebabkan oleh memang permintaan yang begitu tinggi, yang tidak mampu di-supply oleh produksi yang ada, atau memang ada pelanggaran persaingan usaha di dalamnya. Baik di tingkat produsen, supplier atau tingkat distribusi,” jelas Guntur.
Guntur menyatakan, KPPU akan terus mendukung upaya pemerintah untuk bisa menciptakan tersedianya alat kesehatan dan obat-obatan tersedia dengan harga yang wajar. “Walaupun kita bisa pahami tadi ada kebijakan untuk memprioritaskan rumah sakit, tapi kita akan melihat ada pelanggaran atau tidak,” ujar dia.
Guntur menjelaskan, secara garis besar, disparitas harga yang tinggi terjadi di wilayah Pulau Jawa. Hal ini berarti bahwa wilayah yang paling terdampak adalah wilayah Pulau Jawa. “Bisa jadi itu pasar bersangkutan di kanwil tertentu atau pasar bersangkutan nasional. Itu indikasi, KPPU akan bergerak sesuai fakta hukum dan alat bukti,” tutur Guntur.
Baca Juga: Data WHO: Indonesia masuk 5 besar negara kasus mingguan COVID-19 tertinggi di dunia
Sebagai informasi, berdasarkan survei obat di marketplace di wilayah DKI Jakarta ditemukan bahwa sejumlah obat yang terkait dengan penanganan Covid-19 mengalami kenaikan harga.
Padahal hal ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4826/2021 Tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Yakni harga obat Favipirapir 200mg berkisar antara Rp 55.000 – 80.000 per tablet. Hal ini melebihi HET yang seharga Rp 22.500 per tablet.
Harga Remdesivir 100mg/vial injeksi Rp 2.200.000 yang melebihi HET seharga Rp 510.000 per vial. Lalu harga Oseltamivir 75mg kapsul berkisar antara Rp 50.000 – Rp 76.000 per kapsul. Padahal HET Oseltamivir 75mg Rp 26.000 per kapsul.
Selanjutnya, harga Azithromycin 500mg berkisar antara Rp 15.000 – Rp 19.000 per tablet. Padahal HET hanya Rp 1.700 per tablet.
Selain itu, pada sejumlah wilayah di Jwa Timur diketahui bahwa obat terapi Covid-19 sulit didapatkan. Hasil survei menunjukkan harga Favipiravir 200mg di kisaran harga Rp 68.000 – Rp 76.900 per tablet. Padahal HET Favipiravir 200mg hanya Rp 22.500 per tablet. Kemudian, harga Remdesivir 100mg injeksi seharga Rp 1.500.000 per vial, padahal HET nya hanya Rp 510.000 per vial.
Sementara itu, pada sejumlah wilayah di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta ketersediaan obat terbilang kosong. Hanya terdapat Azithromycin di Kota Surakarta dan Semarang dengan harga Rp 10.000 – Rp 12.000 per tablet (HET Rp 1.700 per tablet).
Selanjutnya: Varian delta diduga penyebab lonjakan kasus corona di Pulau Jawa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News