Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Praktik politik dinasti masih sulit ditinggalkan politisi di tanah air. Kasus suap yang melibatkan Adriansyah, anggota komisi IV DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi salah satu buktinya.
Indonesian Corruption Watch (ICW) mencium modus suap yang dilakukan Adriansyah tidak lepas dari peran politik dinasti. Pasalnya, Adriansyah yang pernah menjabat sebagai Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan selama dua periode itu, berniat maju sebagai calon gubernur periode 2015-2020 pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kalimantan Selatan.
Ade Irawan, Koordinator ICW, menilai, Adriansyah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan karena fungsinya sebagai anggota DPR, tapi sebagai orang kuat di daerah itu, hingga perizinan dijadikan wahana mencari rente.
“Anak Adriansyah (Bambang Alamsyah) juga kepala daerah. Dia (Adriansyah) punya kendali kuat ikut Pilkada Kalimantan Selatan,” kata Ade, Minggu (12/4).
Johan Budi SP, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK, mengakui, KPK akan mendalami keterlibatan Bambang dalam perkara Adriansyah. KPK menduga, modus suap Adriansyah mirip dengan modus Fuad Amin Imron, mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur periode 2003-2008.
Fuad diduga tetap menerima suap perjanjiian jual beli gas alam meski tidak lagi menjabat sebagai bupati dan sudah jadi Ketua DPRD Bangkalan. Sementara Adriansyah diduga menerima suap pengusahaan izin PT Mitra Maju Sukses (MMS) di Kabupaten Tanah Laut, meski dia tidak lagi menjabat sebagai bupati.
Kemiripan lainnya, kursi jabatan bupati Adriansyah dan Fuad Amin digantikan anaknya masing-masing. Kamis pekan lalu (9/4), Adriansyah, Direktur MMS, Andrew Hidayat serta Briptu (Pol) Agung Krisdianto diringkus KPK dalam operasi tangkap tangan di sebuah hotel mewah di Sanur, Bali. Saat penangkapan, petugas KPK menemukan uang sekitar Rp 500 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News