kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

KPK sebut mayoritas pelaku korupsi berpendidikan tinggi


Kamis, 16 Mei 2019 / 18:46 WIB
KPK sebut mayoritas pelaku korupsi berpendidikan tinggi


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan, sebagian besar pelaku korupsi merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Laode berkaca pada data KPK soal pelaku korupsi Indonesia sejak 2004-2015.

Sekitar 86% koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi. Hal itu disampaikan Laode dalam Koordinasi Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (15/5).

"Kalau kami lihat dari individu yang terjaring korupsi di KPK saja misalnya, strata pendidikan mana yang paling dominan? Master (S2). Disusul oleh sarjana, disusul doktor. Jadi, para koruptor itu yang paling banyak adalah yang mempunyai pendidikan tinggi," kata dia.

Sementara itu, pelaku korupsi dari pendidikan menengah, seperti SMA dan SMP, cenderung sedikit. Menurut Laode, biasanya mereka berperan turut serta. "Ya, terjepit di antara keadaan karena dia turut serta melakukan perbantuan, ikut terseret. Jadi benar bahwa yang paling banyak itu pendidikan tinggi," ungkapnya.

Dari temuan itu, Laode menganggap perguruan tinggi bertanggung jawab atas maraknya kejahatan korupsi yang dilakukan lulusannya. Laode menilai, perlunya penguatan pendidikan antikorupsi dan perbaikan tata kelola di kampus.

Pendidikan antikorupsi, kata Laode, tak sekadar hanya masuk kurikulum atau dalam mata kuliah. Menurut dia, pendidikan antikorupsi harus diterapkan pula oleh para pengajar.

"Pernah enggak ada dosen yang masuk di koran melakukan plagiasi? Ada. Jadi memang paling penting, menurut saya, bagaimana menerapkan nilai antikorupsi itu. Masuk dalam kurikulum langkah baik, tapi yang lebih baik lagi bagaimana kita menginternalisasikan pendidikan karakter dan integritas antikorupsi dalam keseharian kita," ujarnya.

Laode juga mencontohkan pengalamannya saat menjadi dosen. Ia selalu mengembalikan hasil koreksi tugas atau ujian ke mahasiswanya. Hal itu sebagai bentuk transparansi sehingga mahasiswa mendapat timbal balik yang baik.

"Kalau kita lihat belum semua pekerjaan mahasiswa itu kita kembalikan kepada anak yang kita periksa. Sehingga apa yang terjadi? Ya dia tidak tahu salahnya. Dia harus perbaiki dimananya susah," kata dia.

Ia bersyukur sekitar 4.000 dosen sudah mengikuti training of trainer antikorupsi. Laode berharap mereka juga bisa membagikan kemampuannya ke dosen lain. "Kita bersyukur karena sudah ada yang di ToT oleh Kemenristekdikti sekitar 4.000 dosen.

Saya pikir itu jadi satu bekal paling baik," ujar dia. Terkait perbaikan tata kelola, Laode menyinggung beberapa hal, seperti perlunya perbaikan sistem pemilihan rektor, penanganan konflik kepentingan di kampus, hingga perbaikan jalur penerimaan mahasiswa. (Dylan Aprialdo Rachman)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK: Para Koruptor Paling Banyak Berpendidikan Tinggi"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×