Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan perkara kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas nama Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Samsul Nursalim (ISN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengatakan, penghentian penyidikan terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan Samsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan ISN bersama-sama dengan SAT selaku Ketua BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
KPK mengatakan, penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK. Sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
“Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu Dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum,” terang saat konferensi pers, Kamis (1/4).
Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri ungkap 3 dari 7 buron KPK ada di luar negeri
Alex mengatakan, KPK sejak tanggal 2 Oktober 2019 telah melaksanakan Penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi tersebut dengan pasal sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rincian kegiatan proses hukum tersebut sebagai berikut yakni dilaksanakan proses penyidikan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada SN selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) BDNI pada tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh Obligor BLBI kepada BPPN, yang dilakukan oleh tersangka SAT selaku Ketua BPPN berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-19/01/03/2017 tanggal 20 Maret 2017.
Setelah berkas dinyatakan lengkap maka dilaksanakan Tahap II atas Tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) pada tanggal 18 April 2018 dan kemudian dilimpahkan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat. Pada tahap pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim menjatuhkan putusan sebagaimana Nomor putusan : 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018 dengan amar putusan pidana penjara 13 tahun dan pidana denda Rp 700 juta.
Sejak 9 Agustus 2018 KPK kembali melakukan penyelidikan proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Baca Juga: Untung Besar, Pengendali Mega Manunggal Property Jual 108,43 Juta Saham MMLP
Atas putusan PN Tipikor Jakarta Pusat, Terdakwa SAT mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan berdasarkan Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tanggal 2 Januari 2019, Majelis Hakim menjatuhkan putusan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 Miliar.
Atas putusan ini terdakwa SAT kemudian mengajukan upaya hukum Kasasi kepada MA RI. Pada tanggal 13 Mei 2019, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan dengan tersangka SN dan ISN diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan SAT selaku Ketua BPPN.