kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK lembaga eksekutif atau independen?


Minggu, 16 Juli 2017 / 21:40 WIB
KPK lembaga eksekutif atau independen?


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak tinggal diam dengan aksi anggota DPR yang membentuk panitia khusus hak angket guna menyelidiki kesaksian Miryam S. Haryani dalam kasus korupsi KTP-elektronik.

Para pegawai lembaga antirasuah ini pun mengajukan uji materi (judicial review) soal keabsahan Pansus Angket KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mengajukan gugatan lantaran merasa aksi yang sempat ingin membuka rekaman penyidikan tersebut berpotensi mengganggu kinerja mereka.

"Sebenarnya yang kita mau judicial review itu terkait penafsiran konstitusional pasal 79 ayat 3 Undang-undang MD3 itu seharusnya objek angket itu, tidak termasuk KPK, karena itu harusnya terbatas hanya pada lembaga eksekutif artinya Presiden dan wakil Presiden dalam konteks ke bawahnya," ujar Laksono Anindito, salah satu pengusul judicial review akhir pekan kemarin.

Penafsiran berlebihan terhadap pasal tersebut, menurut Laksono adalah hal yang inkonstitusional. "Karena kalau ditafsirkan lebih dari itu bertentangan UU pasal 1 ayat 3 dan pasal 28 d UUD 45 terkait dengan negara," ungkapnya.

Di tataran pengamat hukum dan politikus, status KPK apakah sebagai bagian dari lembaga eksekutif menjadi perdebatan. Pasalnya jika termasuk eksekutif, bisa diselidiki pansus hak angket.

"MK tidak menyebutkan KPK adalah bagian dari eksekutif atau yudikatif, tetapi mensitir ketentuan Pasal 24 ayat 3 UUD 45 yang mengatur badan-badan lain yang terkait dengan kekuasaan kehakiman," kata Yusril Ihza Mahendra, politikus Partai Bulan Bintang.

Sementara menurut Denny Indrayana, KPK jelas merupakan lembaga independen dan dijamin Pasal 24 ayat (3) UUD 1945, bebas dari campur tangan lembaga manapun.  
 
“Maksud pasal tersebut adalah lembaga lain dalam lingkup kekuasaan kehakiman termasuk pula KPK, Kejaksaan tidak bisa dikontrol dan dicampuri oleh DPR. Karena KPK dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya bekerja dalam lingkup kekuasaan kehakiman,” katanya.

Hal ini sebenarnya pernah dibahas pula di MK pada tahun 2006 lalu. Kala itu yang mengajukan judicial review adalah Mulyana W. Kusumah. Dalam amar disebut bahwa KPK adalah lembaga independen.

"Dalam perkembangan sistem ketatanegaraan saat ini, sebagaimana tercermin dalam ketentuan hukum tata negara positif di banyak negara, terutama sejak abad ke-20, keberadaan komisi-komisi negara semacam KPK telah merupakan suatu hal yang lazim," demikian bunyi pertimbangan dalam putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang dimohonkan oleh Mulyana W Kusumah.

Soal independensi KPK, MK menjelaskan dalam pertimbangan selanjutnya. Pasal 3 UU KPK yang berbunyi “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun”.

Pasal itu dinilai tidak multitafsir dan sudah tepat. "Rumusan dalam Pasal 3 UU KPK itu sendiri telah tidak memberikan kemungkinan adanya penafsiran lain selain yang terumuskan dalam ketentuan pasal dimaksud, yaitu bahwa independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan mana pun adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam rumusan Pasal 3 UU KPK tersebut," lanjutan bunyi amar putusan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×