kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,70   -25,03   -2.70%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan KPK menetapkan korporasi tersangka


Minggu, 16 Juli 2017 / 17:53 WIB
Alasan KPK menetapkan korporasi tersangka


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan satu korporasi sebagai tersangka. Perusahaan tersebut ialah PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk atau sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah.

Praktisi dan pengamat hukum menilai, hal ini merupakan dampak positif dari lahirnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.13/2016 tentang tata cara penanganan pidana korporasi. Selain korupsi, aturan ini diprediksi akan merembat ke korporasi lain yang melakukan kejahatan perusakan lingkungan, pembalakan liar, illegal logging, dan illegal fishing.

Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani bilang hal tersebut dapat mengoptimalkan pengembalian kerugian negara.

"Dengan adanya penetapan tersangka terhadap suatu korporasi, penegakan hukum akan lebih mengarah ke pengembalian aset atau kerugian negara (asset recovery)," ujarnya Sabtu, (15/7).

Hal ini senada dengan pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Menurutnya, selama ini korporasi belum dijerat lantaran landasan hukum acaranya belum kuat. Padahal banyak korporasi yang mengalokasikan dana suap demi mendapat proyek.

"Utamanya, kita mau bangun perlunya korporasi turut bertanggung jawab. Hal itu demi menciptakan kesejahteraan dan daya saing," ucap Saut.

Merujuk pada Perma tersebut, ada 3 kriteria suatu korporasi bisa dimintai pertanggung jawaban pidana. Pertama, korporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi. Kedua, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Sementara ketiga, korporasi tidak mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari terjadinya tindak pidana.

Dalam Perma juga diatur bahwa korporasi yang melakukan aksi seperti merger, akuisisi, pemisahan maupun pembubaran, tetap bisa diproses hukum.

Sementara prosedur pemeriksaannya, bisa diwakili oleh pengurus korporasi lantaran terbuka kemungkinan pengurus bisa menjadi tersangka.

Soal penjatuhan pidana, pidana pokok yang diberikan ialah denda sedangkan pidana tambahannya diatur sesuai undang-undang seperti uang pengganti, ganti rugi dan restitusi. Apabila tak sanggup basar, harta korporasi akan disita lantas dilelang oleh jaksa.

Selain itu, pidana denda ini bisa dikonversi menjadi pidana kurungan secara proporsional terhadap pengurus yang juga menjadi tersangka, namun dieksekusi setelah ia selesai menjalani pidana pokoknya.

Sesungguhnya, pengenaan pasal pidana terhadap korporasi pernah dialami PT Giri Jaladhi Wana dalam kasus korupsi pasar sentral Antasai di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 2010.

PT Giri dihukum denda Rp 1,3 miliar dan pembekuan operasional selama 6 bulan. Selain itu, dua direkturnya juga turut dihukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×