Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan keterlibatan selain mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo dalam kasus dugaan korupsi pengajuan penanganan keberatan pajak PT Bank Centra Asia. KPK menetapkan Hadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
"Iya tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang yang terlibat, tetapi sekarang KPK masih terus mendalami," kata Ketua KPK Abraham Samad melalui pesan singkat, Selasa (22/4/2014). Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya bisa menetapkan pihak selain Hadi sebagai tersangka dalam kasus ini sepanjang ditemukan dua alat bukti yang cukup.
"Kalau kemungkinan ada tersangka lain ya sangat terbuka, tergantung apakah nanti dalam pengembangan kasus ditemukan dua alat bukti yang bisa disimpulkan ada pihak lain yang terlibat," ucap Johan.
KPK resmi mengumumkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014, atau bertepatan dengan hari ulang tahun Hadi sekaligus waktu pensiun Hadi dari BPK. Saat mengumumkan status tersangka, Abraham mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain. Dia menyebut Hadi diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama kawan-kawan.
"HP (Hadi Poernomo) selaku Dirjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004 dan kawan-kawan," ucap Abraham saat itu. Hadi dan kawan-kawan, kata Abraham, disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Penyertaan sangkaan menggunakan Pasal 55 KUHP juga mempertegas dugaan Hadi tidak sendirian melakukan perbuatan tersebut. Abraham mengatakan, Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh keberatan pajak yang diajukan PT Bank BCA pada 2003.
Perbuatan ini mengakibatkan kerugian negara namun menguntungkan pihak lain. Selaku Dirjen Pajak ketika itu, Hadi diduga merintahkan Direktur Pajak Penghasilan (PPh) untuk mengubah hasil analisa Direktorat PPh atas keberatan pajak yang diajukan PT Bank BCA. Hasil kesimpulan Direktorat PPh yang semula menolak seluruh keberatan pajak BCA diperintahkan untuk diubah menjadi sebaliknya.
"Jadi tadi kesimpulan yang dibuat direktur PPh bahwa keberatan wajib pajak BCA ditolak, lewat nota dinas dirjen pajak dalam hal ini saudara HP (Hadi), itu justru kebalikannya. Dia meminta kepada direktur PPh selaku pejabat penelaah melalui nota dinas itu, meminta mengubah kesimpulan dari hasil telaahan wajib pajak BCA yang semula ditolak, diubah menjadi menerima seluruh keberatan," tutur Abraham, (21/4/2014).
Nota Hadi tersebut tertanggal 18 Juli 2004, atau satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final atas pegajuan keberatan BCA tersebut. Dengan demikian, menurut Abraham, Direktorat PPh tidak mendapat waktu untuk menyampaikan pendapat yang berbeda atas keputusan Hadi tersebut karena keputusan itu disampaikan Hadi satu hari sebelum jatuh tempo.
Padahal, sesuai ketentuan, keputusan atas keberatan pajak tersebut harus diambil berdasarkan pertimbangan yang teliti, tepat, cermat serta bersifat menyeluruh. Hadi seharusnya memberikan tenggang waktu kepada Direktur PPh untuk menyampaikan pendapat yang berbeda.
Selain itu, menurut KPK, Hadi telah mengabaikan fakta bank lain yang ditolak permohonan keberatan pajaknya meskipun memiliki permasalahan yang sama dengan BCA. "Jadi ada beberapa bank yang juga mengajukan keberatan dan permasalahannya sama dengan BCA, tapi kemudian bank-bank yang lain itu keberatannya ditolak. Namun dalam kasus BCA, keberatan pajak BCA itu diterima," ucap Abraham. (Icha Rastika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News