kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

KPA sayangkan Jokowi baru teken Perpres Reforma Agraria


Rabu, 26 September 2018 / 15:59 WIB
KPA sayangkan Jokowi baru teken Perpres Reforma Agraria
ILUSTRASI. PENYERAHAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK RAKYAT


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA) meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mempolitisasi Peraturan Presiden (Prepres) tentang pelaksanaan reforma agraria.

Pasalnya, penandatanganan Perpres tersebut dilakukan saat sisa pemerintahan Presiden Jokowi satu tahun lagi. "Kita minta kepada siapapun, Presiden yang berkuasa saat ini ataupun calon presiden untuk hal ini tidak dipolitisasi," ungkap Sekretaris Jendral KPA Dewi Kartika saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (26/9).

Apalagi hal ini, menyangkut permasalahan lahan di seluruh Indonesia. Pun Dewi menyayangkan tindakan Jokowi yang menandatangani Perpres tersebut di sisa waktu pemerintahannya.

Padahal, reforma agraria sendiri merupakan janji Jokowi di awal pemerintahannya, tiga tahun lalu. "Artinya komitmen pemerintah (melakukan reforma agraria) telat sekali," lanjut Dewi.

Tapi di sisi lain, pihaknya tetap mengapresiasi upaya Presiden Jokowi. Dewi meminta Jokowi dan jajarannya untuk fokus dalam melaksanakan komitmennya.

Apalagi, saat ini masih banyak catatan kritis tentang implementasi agraria. Menurut Dewi, reforma agraria tidak cukup dengan memberikan sertifikat saja. "Pemerintah masih belum betul-betul menjalankan reforma agraria yang sejati," katanya.

Ia berpendapat, reforma agraria yang sejati itu adalah melakukan penataan ulang struktur agraria yang timpang untuk menyelesaikan konflik dan transformasi sosial.

Misalnya, redistribusi tanah yang berasal dari hak guna usaha (HGU) yang telah ditelantarkan oleh perusahaan-perusahaan besar di sektor perkebunan.

Kemudian pelepasan kawasan hutan. Karena sejatinya kawasan itu bukan lah tanah-tanah kosong, tapi sudah eksisting, bahkan sudah menjadi pemukiman-pemukinan, ladang sawah, desa definitif, yang ini belum disentuh.

"Pada momentum ini, kami mendorong pemerintah merealisasikan reforma agraria yang utuh. itulah kenapa saya bilang, sertifikasi tanah saja tidak cukup. Reforma agraria harus ada penataan ulang struktur agraria terlebih dahulu. siapa punya berapa, diatur ulang. tidak langsung sertifikasi," jelas dia.

Dewi juga menyampaikan, Pepres ini juga nantinya harus disinergikan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Dengan adanya Inpres moratorium ini maka pemerintah tidak akan mengeluarkan izin baru dan akan mengevaluasi HGU yang sudah ada. "Jadi perusahaan yang sudah ada, harus lebih mengembang produktivitas yang sudah dengan lahan yang ada," ujar dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, Perpres itu sudah ditandatangani Presiden. "Sudah ditandatangani oleh Presiden," ungkap dia. Berdasarkan informasi yang diterima Kontan.oco.id, Perpres itu akan bernomor 86/2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×