Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden mengenai moratorium perizinan sawit selama tiga tahun. Inpres ini merupakan upaya untuk mendukung kebijakan pemerataan dan reformasi agraria. Begitu juga dengan sejumlah kebijakan terdahulu terkait ketelusuran sawit dan pembukaan lahan sawit.
"ISPO, Perpres, Inpres adalah untuk mendukung kebijakan pemerataan dan reforma agraria," kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Kamis (20/9).
Melalui Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang terbit pada 19 September lalu, terjadi penundaan dalam pemberian izin kepada pemohon lahan sawit.
Namun melalui aturan itu, terdapat instruksi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengonversi 20% area hutan untuk perkebunan sawit. Selain itu, ada juga instruksi kepada Kementerian Pertanian untuk menekankan pelaksanaan wajib pengusaha perkebunan budidaya kelapa sawit untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total area lahan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.
Gulat Manurung, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau mendukung potensi bertambahnya lahan masyarakat, dan kewajiban pengusaha untuk membuka lahan di area operasionalnya.
Menurutnya, kebijakan pembukaan lahan oleh pengusaha sudah ada namun pelaksanaannya sangat minim. "yang 20% itu seharusnya dibangun perusahaan kebun sawit untuk masyarakat sekitar izin hak guna usaha HGU dengan sistem plasma-inti atau bermitra, maka tata kelola tersebut harus berpihak ke petani," jelasnya kepada Kontan.co.id.
Oleh karena itu, ia berharap, pemerintah bisa segera menyelesaikan evaluasi dan melakukan pelepasan kawasan hutan bagi ladang atau kebun sawit petani yang masih terjebak dalam kawasan hutan. Karena kalau hal ini tidak dilakukan maka petani akan semakin merasakan dampak dari pengetatan area lahan dan menganggu rantai pasok tandan buah segar sawit.
"Disatu sisi negara ingin komit akan keberlanjutan, tapi disisi lain ada yang terkena dampak," kata Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News