kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korupsi Bank Century, Budi Mulya dituntut 17 tahun


Senin, 16 Juni 2014 / 18:13 WIB
Korupsi Bank Century, Budi Mulya dituntut 17 tahun
ILUSTRASI. Promo Tokopedia Travel & Entertainment dengan Cashback Hingga Rp 500.000


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menuntut mantan Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya dengan hukuman pidana penjara selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp 800 subsidair delapan bulan kurungan.

JPU menilai, Budi Mulya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor untuk memutuskan terdakwa Budi Mulya terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KMS A Roni saat membacakan tuntutan Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (16/6).

Jaksa juga menuntut majelis hakim agar memutuskan Budi Mulya dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak diganti setelah berkekuatan hukum tetap maka hartanya dilelang untuk menutupi uang pengganti yang tidak terpenuhi. Apabila tidak terpenuhi, maka diganti dengan pidana selama tiga tahun.

Jaksa juga menuntut agar majelis hakim menghukum pemilik Bank Century Robert Tantular dengan membayar denda sebesar Rp 2,75 triliun, Hesham Al-Waraq membayar denda sebanyak Rp 3, 11 triliun, dan Bank Century yang sekarang bernama Bank Mutiara sebesar Rp 1,58 triliun.

Pertimbangan yang memberatkan tuntutan Budi Mulya yakni perbuatannya dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi, perbuatannya telah merusak citra Bank Indonesia sebagai sentral. Kemudian menurut Jaksa Roni, perbuatan Budi Mulya sebagai pejabat Bank Indonesia seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat bukan malah melakukan korupsi, Budi Mulya berbelit-belit dalam persidangan dan tidak mengakui terus terang perbuatannya, dan tidak merasa menyesal.

"Terdakwa ikut memberikan arahan agar perbuatannya bukan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan dengan alasan krisis dengan mendasarkan Perpu, nilai kerugian negara sangat besar hingga mencapai lebih dari Rp 7 triliun," tambah Jaksa Roni.

Adapun hal meringankan yaitu terdakwa sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.

Lebih lanjut menurut jaksa, Budi Mulya bersama-sama dengan Wakil Presiden Boediono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim terbukti menyalahgunakan wewenang dalam pemberian FPJP kepada Bank Century.

Bank Indonesia akhirnya memutuskan memberikan FPJP kepada Bank Century dalam waktu yang cepat. FPJP diberikan dalam dua tahap dengan total nilai sebesar Rp 689,39 miliar.

Jaksa juga menilai, Budi Mulya besama-sama dengan Muliaman D Hadad yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Bidang 5, Hartadi A Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8, dan Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Akibat perbuatannya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada Bank Century secara total sebesar Rp 6,76 triliun.

Budi Mulya dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menanggapi tuntutan tersebut, Budi Mulya dan penasihat hukumnya mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pledoi).

"Baik terima kasih, majelis yang saya muliakan. Saya sudah berkonsultasi, tentu saya dan penasihat hukum akan melakukan pembelaan. Namun mohon majelis mengizinkan untuk memberikan waktu dua minggu karena dokumen tuntutan yang cukup tebal," kata Budi Mulya.

Ketua Majelis Hakim Afiantara pun mengabulkan permohonan Budi Mulya. Sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 30 Juni 2014, dengan agenda pembacaan pledoi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×