kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Konsultan Pajak: Target Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Sulit Tercapai Tahun Ini


Minggu, 28 Juli 2024 / 17:42 WIB
Konsultan Pajak: Target Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Sulit Tercapai Tahun Ini
ILUSTRASI. Konsultan pajak menilai target setoran pajak dari wajib pajak besar sulit tercapai tahun ini.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Wajib Pajak Besar atau Large Tax Office (LTO) telah mengumpulkan penerimaan pajak mencapai Rp 272,93 triliun hingga semester I-2024. Angka ini baru setara 42,72% dari target yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp 638,83 triliun.

Konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman berpendapat bahwa target penerimaan pajak dari Wajib Pajak Besar bakal sulit tercapai tahun ini. 

Pasalnya, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar sangat dipengaruhi oleh harga komoditas migas dan batu bara. Jika harga batu bara meningkat signifikan, maka penerimaan pajak juga akan naik signifikan. 

Raden menyampaikan, jika melihat statistik harga batu bara, mulai September 2023 sampai dengan Juli 2024 harganya relatif stabil. Sebelum itu, harga batu bara naik. Penurunan mulai terjadi pada Januari 2023 sampai dengan September 2023. Setelah itu sampai dengan sekarang relatif stabil.

Baca Juga: Beban Kelas Menengah Makin Banyak, Perekonomian Bisa Tersulut

"Harga batu bara tinggi di tahun 2022 berarti penghasilan perusahaan batu bara juga lebih tinggi, dan bayar pajak juga tinggi. Kemudian tahun 2023 harga batu bara turun. Penurunan harga ini menyebabkan penghasilan turun dan pembayaran pajak juga turun," kata Raden kepada Kontan, Minggu (28/7).

Ia menerangkan penurunan pajak tahun 2023 menyebabkan kelebihan bayar pajak di akhir 2023, atau restitusi tahun pajak 2023. Nah, restitusi tahun 2023 ini akan cair di tahun 2024. 

Raden bilang pencairan restitusi dicatat sebagai pengurang penerimaan. Artinya ada minus penerimaan pajak. Dengan harga yang relatif stabil, artinya pembayaran pajak pun stabil, dikurangi dari dampak restitusi yang terjadi di tahun 2024, maka penerimaan pajak neto menjadi lebih kecil. 

"Analisis saya begitu kenapa penerimaan pajak di Kanwil DJP Wajib Pajak besar di tahun 2024 sulit tercapai. Kekurangan pajak sebesar 57% di semester II akan sulit dicapai jika tidak ada kenaikan harga komoditas di akhir 2024," ucapnya.

Selain itu, dirinya berpandangan bahwa penggalian potensi di KPP Wajib Pajak Besar sebenarnya selalu maksimal bila dibandingkan dengan penggalian potensi di KPP Pratama. Rasio petugas Account Representative (AR) dengan Wajib Pajak yang diawasi lebih sedikit dibandingkan petugas AR di KPP Pratama. 

"Begitu juga dengan rasio pemeriksaan pajak dibandingkan dengan Wajib Pajak terdaftar di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau tax audit coverage jauh lebih besar dibandingkan dengan tax audit coverage di Kanwil DJP yang lain," tutupnya.

Baca Juga: Semester I 2024, Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Capai Rp 272,93 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×