Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengambil posisi meminta audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melihat kerugian Pertamina. Kerugian yang diklaim Pertamina tersebut harus mempunyai landasan audit.
Dirjen Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan pihaknya akan meminta BPKP untuk melakukan audit. Yang akan diaudit adalah kombinasi dari volume dan harga dari periode Januari hingga Desember 2014.
Audit tersebut sangat penting untuk menjadi landasan kuat pemerintah. "Itu jadi payung hukum supaya tidak seenaknya klaim-klaim. Akuntabilitas harus betul," ujar Askolani yang dijumpai usai rapat dengan PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Kementerian Keuangan, Rabu (13/8).
Apabila audit BPKP sudah keluar, baru pemerintah bisa mengambil kebijakan atas kasus Pertamina dan PLN. Dari audit tersebut akan terlihat kinerja Pertamina. Apakah nanti apabila terjadi kerugian, kerugian seperti apa dan apakah akna menjadi beban negara atau urusan bisnis Pertamina sendiri.
Di sisi lain, audit tersebut akan menjadi basis ke depan agar tidak ada klaim dari masing-masing pihak. "Kita luruskan pandangan masing-masing. Tunjukkan bukti-buktinya. Semua aspek korporat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), auditnya semua lengkap," pungkasnya.
Audit BPKP tersebut ditargetkan akan selesai sebelum kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir. Adapun antara Pertamina dan PLN sendiri sudah mencapai kesepakatan harga.
Namun berapa kesepakatan yang dicapai, baik Pertamina dan PLN masih menutup rapat. Asal tahu, Pertamina ingin menaikkan harga jual solar kepada PLN agar tidak menderita kerugian. Sementara PLN yang sudah menikmati kenaikan tarif dasar listrik ingin meminta harga lama.
Pertamina mengklaim harga baru yang mereka minta sesuai rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yakni 112%–117% dari harga Mean of Plats Singapore (MoPS). Sedangkan PLN meminta tetap di harga lama yakni hanya sebesar 105% dari MoPS.
Dengan hitungan harga lama yang berlaku sejak tahun 2011 tersebut, Pertamina mengatakan terus mengalami rugi. Pertamina mengklaim kerugian dengan skema lama sepanjang semester I-2014 mencapai US$ 45 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News