Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dua perusahaan pelat merah yaitu PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina berselisih perihal harga jual solar. Untuk menjaga fiskal, Kementerian Keuangan akan memanggil dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pihaknya akan mengadakan rapat dengan Pertamina, PLN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Rabu besok (13/8). Dalam hal ini, Kemkeu ingin mengetahui persoalan yang terjadi antara kedua perusahaan tersebut.
Apabila Pertamina dalam hal ini mengklaim rugi dalam menjual solarnya kepada PLN, Kemkeu akan melihat kerugian seperti apa yang dialami Pertamina. Menurut Askolani, Pertamina sudah melakukan bisnis dengan PLN sejak lama.
Kerugian pun harus mengacu pada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak bisa Pertamina mengklaim kerugian sendiri. Posisi Kemkeu dalam persoalan ini adalah menjaga risiko fiskal. "Mana yang harus ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mana yang harus ditanggung BUMN. Itu yang mau kita lihat sama-sama," ujar Askolani, Senin (11/8).
Dirinya menegaskan, jangan sampai permasalahan ini nantinya tidak sejalan dengan Undang-Undang dalam hal defisit anggaran dan tidak sejalan dengan audit BPK. Apakah nanti kerugian Pertamina bisa ditanggung negara, Askolani belum mau berkomentar.
Pihak Kemkeu harus melihat terlebih dahulu mana kerugian yang bisa ditanggung APBN dengan melihat permasalahan secara jelas. Untuk permasalahan harga jual Pertamina ke PLN sendiri, diakui Askolani adalah persoalan bisnis. "Pokoknya kita mau cek isu ini," tandasnya.
Asal tahu saja, Pertamina ingin menaikkan harga jual solar kepada PLN agar tidak menderita kerugian. Sementara PLN yang sudah menikmati kenaikan tarif dasar listrik ingin meminta harga lama.
Pertamina mengklaim harga baru yang mereka minta sesuai rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yakni 112%–117% dari harga Mean of Plats Singapore (MoPS). Sedangkan PLN meminta tetap di harga lama yakni hanya sebesar 105% dari MoPS.
Dengan hitungan harga lama yang berlaku sejak tahun 2011 tersebut, Pertamina mengatakan terus mengalami rugi. Pertamina mengklaim kerugian dengan skema lama sepanjang semester I-2014 mencapai US$ 45 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News