Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Setelah mewajibkan transaksi lindung nilai atawa hedging untuk bank-bank konvensional, Bank Indonesia (BI) kini memberikan fasilitas transaksi lindung nilai yang berdasarkan prinsip syariah untuk bank-bank syariah. Fasilitas tersebut tercantum dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah.
Direktur Program Pendalaman Pasar Keuangan BI Edi Susianto menjelaskan, munculnya fasilitas ini karena pasar valas domestik masih rentan terhadap kejutan pasar (market shock). Di sisi lain, kecenderungan permintaan valuta asing (valas) saat ini lebih besar dibandingkan dengan penawarannya.
"Dalam konteks ini, adanya PBI mengenai hedging syariah juga dalam rangka mengendalikan permintaan valas, di sektor keuangan syariah," kata Edi, Rabu (2/3).
Soalnya, bisnis keuangan syariah di Indonesia semakin meningkat. Beberapa aktivitas pembiayaan atau pengelolaan dana lembaga keuangan syariah dalam valas meliputi pembiayaan terkait ekspor atau impor, aktivitas keuangan syariah dalam valas, penempatan dana induk dalam valas, layanan haji dan umroh, dan surat berharga syariah berdenominasi valas.
"Kebutuhan pembiayaan ONH (ongkos naik haji) yang pembayarannya dalam valas terus meningkat. Delapan hingga 17 tahun ke depan, diperkirakan antara Rp 52 juta-Rp 81 juta," tambah Edi.
Adapun PBI ini didasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) dan Fatwa DSN Nomor 96/MUI/III/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami atau Islamic Hedging).
Dalam fatwa-fatwa tersebut, transaksi yang diperbolehkan hanya transaksi spot. Sementara itu, transaksi forward diharamkan kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement (transaksi spot yang ditunda) untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
Mengacu PBI 18/2/PBI/2016, pelaku lindung nilai syariah adalah nasabah, bank usaha syariah atau unit usaha syariah, dan bank umum konvensional. Pelaksanaan lindung nilai harus didahului dengan perjanjian mengenai besaran kurs yang akan menjadi acuan dalam pembayaran di masa datang atau forward agreement.
Lindung nilai menggunakan akad Tahawwuth Al Basith atau Tahawwuth Al Muarakkab. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memanfaatkan fasilitas ini diantaranya adalah tidak untuk spekulatif sehingga perlu underlying atau jaminan yang tidak dapat diperdagangkan.
Kemudian, nominal dan jangka waktu lindung nilai syariah maksimal sama dengan underlying. Jika ada pembatalan, wajib dengan penyerahan dana pokok secara penuh.
Adapun underlying transaksi meliputi perdagangan barang dan jasa atau investasi namun tidak termasuk penempatan pada bank lain, transfer dana oleh perusahaan transfer dana dan pembiayaan yang belum ditarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News