kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kinerja Ekspor yang Meningkat Belum Mengimbangi Rasio Utang


Minggu, 17 Maret 2024 / 17:25 WIB
Kinerja Ekspor yang Meningkat Belum Mengimbangi Rasio Utang
ILUSTRASI. Rasio utang terhadap ekspor masih tinggi meskipun sudah di bawah batas aman.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja ekspor yang relatif baik dalam tiga tahun terakhir nyatanya belum beriringan dengan kemampuan pemerintah dalam membayar utang. Rasio utang terhadap ekspor masih tinggi meskipun sudah di bawah batas aman.

Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi Maret 2023, debt service ratio (DSR) tier-1 pada 2023 mencapai 17%, meningkat dari 2022 yang sebesar 16,57%. Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi Maret 2023, DSR tier-1 pada 2023 mencapai 17%, meningkat dari 2022 yang sebesar 16,57%.

Berdasarkan data tersebut, Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, meskipun kinerja ekspor dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, namun belum sebanding dengan rasio utang terhadap ekspor yang belum turun signifikan.

“Tentu ini menjadi concern tersendiri, karena kita tahu bahwa ekspor ini dijadikan sebagai salah satu indikator mengukur seberapa mampu pemerintah dalam membayar utang luar negeri di kemudian hari,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (17/3).

Baca Juga: Pemerintah Perlu Lebih Keras Mendorong Kinerja Ekspor Untuk Menekan Rasio Utang

Maka dari itu, diperlukan upaya ekstra untuk mendorong kinerja ekspor, terutama untuk menekan rasio utang terhadap ekspor yang turun naik dalam tiga tahun terakhir.

Di samping itu, perlu adanya antisipasi terkait meningkatnya nominal utang karena terjadinya depresiasi nilai tukar. Sebab menurunnya, stabilitas nilai tukar rupiah akan ikut mempengaruhi kemampuan Pemerintah dalam menjaga indikator membayar utang luar negeri.

Upaya pemerintah untuk menambah penggunaan mata uang lokal dengan beberapa negara dalam bentuk local currency settlement perlu ditingkatkan, sebagai upaya untuk mengurangi fluktuasi. Yang bisa muncul dari pergerakan nilai tukar mata uang dolar AS.

“Ini karena kita lihat, utang luar negeri itu banyak digunakan dalam bentuk dolar AS, meskipun pengetahuan ini digunakan secara luas secara global namun di-setting bersamaan ada risiko dari fluktuasi dan nilai mata uang ini,” kata Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×