kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Khawatir gelombang kedua Covid-19, rumah sakit diimbau bebenah


Selasa, 30 Juni 2020 / 19:44 WIB
Khawatir gelombang kedua Covid-19, rumah sakit diimbau bebenah
ILUSTRASI. Rumah sakit harus bebenah dan jika gelombang kedua Covid-19 menjadi kenyataan maka rumah sakit di Indonesia sudah siap.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki masa new normal muncul kewaspadaan akan munculnya gelombang kedua corona (Covid-19). Ketua Terpilih Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyatakan kesiapan fasilitas kesehatan harus jadi fokus utama.

"Karena sebelum edukasi dan sosialisasi new normal kepada masyarakat, fasilitas kesehatannya harus siap dulu," ujarnya dalam MarkPlus Industry Roundtable Healthcare Industry Perspective Selasa (30/6).

Dengan begitu, jika gelombang kedua menjadi kenyataan maka rumah sakit di Indonesia sudah siap. Apalagi dengan dibukanya kembali fasilitas umum, perkantoran, sampai rumah sakit yang membuat masyarakat yang sebelumnya pantang datang berobat kini mulai berobat kembali.

Menurutnya, persiapan tersebut penting mengingat pada awal pandemi di bulan Maret lalu, setiap rumah sakit kesulitan menghadapi jumlah pasien Covid-19 yang meningkat. Hanya tiga rumah sakit pemerintah di Jakarta yang ditunjuk sebagai rujukan Covid-19, belum lagi tes PCR belum semasif sekarang.

Baca Juga: Sri Mulyani ungkap tiga masalah ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19

Walau lambat laun rumah sakit swasta mulai menyediakan fasilitas penanganan pasien Covid-19, masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat jumlah rawat jalan maupun rawat inap menurun drastis. Menurut Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Indonesia (ARSSI) Susi Setiawaty hal terjadi terutama di wilayah zona merah.

"Penurunannya bisa 40% sampai 50% karena masyarakat takut untuk berobat ke rumah sakit. Belum lagi kala itu harga APD yang harus tersedia bisa lima kali lipat," ungkapnya.

VP Director Siloam Hospital Group Caroline Riady menyatakan, ketika di bulan Maret diumumkan Covid-19 pertama di Indonesia, minat ke rumah sakit masyarakat menurun sehingga cashflow terganggu. Ia berujar saat itu hanya ada dua pilihan, investasi atau saving karena dengan meningkatnya protokol kesehatan di rumah sakit memakan biaya yang tidak sedikit dengan kondisi pemasukan menurun.

"Cashflow kami saat itu bisa sampai 2,5 bulan, yang akhirnya kami pilih untuk investasi karena sebagai swasta seharusnya ikut mendukung penanganan Covid-19. Dari investasi itu kami sekarang sudah mampu melakukan sekitar 20.000 tes PCR. Kami juga sediakan 1.000 tempat tidur di seluruh 39 jaringan Siloam seluruh Indonesia," ujarnya.

Harapannya tentu saja rumah sakit swasta dapat membantu pemerintah dalam melakukan tes PCR sampai 30.000 per hari. Selain itu rumah sakit swasta diharapkan bisa mulai mengatur cashflow-nya kembali lewat peningkatan kunjungan rawat inap maupun rawat jalan karena kebijakan relaksasi.

Baca Juga: Survei Markplus: Masyarakat enggan mengunjungi rumah sakit sejak pandemi Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×