Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi investasi internasional (PII) Indonesia pada kuartal III-2021 mencatat kewajiban neto yang meningkat. Merujuk data Bank Indonesia (BI), kewajiban neto pada periode Juli 2021 hingga September 2021 sebesar US$ 275,9 miliar atau setara 24,1% produk domestik bruto (PDB).
Ini meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada akhir kuartal II-2021 yang sebesar US$ 264,7 miliar atau setara 23,9% PDB.
“Peningkatan kewajiban neto tersebut berasal dari peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang melampaui peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN),” ujar Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangannya, Rabu (22/12).
Erwin kemudian memerinci, posisi KFLN Indonesia pada kuartal III-2021 sebesar US$ 707,8 miliar atau naik 4,1% qtq dari posisi US$ 680,2 miliar pada kuartal II-2021.
Baca Juga: Ekonomi Mulai Pulih, BI: Kredit Bank Tumbuh 4,73% Hingga November 2021
Peningkatan posisi KFLN ini didukung membaiknya kinerja korporasi, sejalan dengan kuatnya kinerja ekspor dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.
Kuatnya ekspor kemudian juga bermuara pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan kemudian, mendorong peningkatan harga saham beberapa perusahaan di dalam negeri.
Sedangkan, aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio dan investasi lainnya, seiring dengan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan ekonomi yang terjaga.
Sementara itu, posisi AFLN pada kuartal III-2021 sebesar US$ 431,9 miliar atau naik 4,0% qtq dar kuartal II-2021 yang sebesar US$ 415,4 milar.
Seluruh komponen AFLN mengalami peningkatan, dengan peningkatan terbesar pada aset cadangan devisa dan investasi lainnya sejalan dengan tambahan alokasi Special Drawing Rights (SDR) dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Agustus 2021, peningkatan penempatan simpanan, dan piutang sektor swasta.
Peningkatan lebih lanjut tertahan oleh faktor revaluasi akibat penguatan dollar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia, serta peningkatan imbal hasil surat utang pemrintah di beberapa negara penempatan aset.
Baca Juga: Likuiditas Longgar, Penurunan Suku Bunga Kredit Bank Masih Akan Berlanjut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News