Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG dalam APBN 2018 per September 2018 telah mencapai Rp 54,3 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 115,9% dari pagu anggaran.
Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menyebutkan besaran subsidi yang dianggarkan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 46,9 triliun. Meskipun melebihi pagu, baginya hal ini wajar karena berdasarkan basis realisasi.
Wajar bagi Askolani, namun tidak bagi Gus Irawan, Ketua Komisi VII DPR-RI. Baginya, kelebihan subsidi energi merupakan pelanggaran terhadap UU APBN.
"Karena APBN itu sudah di UU-kan maka seyogyanya harus tunduk dan patuh dalam UU APBN," ungkap Gus Irawan kepada Kontan.co.id, Rabu (17/10).
Meskipun Gus bersikeras ini bentuk pelanggaran, dia tetap menjelaskan bahwa pemerintah sebenarnya bisa mengajukan APBN-Perubahan untuk mengganti subsidi. Pasalnya Gus mengaku Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah mengajukan surat terkait perubahan subsidi BBM utamanya solar.
"Memang Kementerian ESDM ada pengajuan ke Komisi VII perubahan subsidi sesuai perkembangan harga minyak mentah dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2000 per liter. Secara prinsip kita paham, tapi pengajuan harus dengan mekanisme yang benar," imbuhnya.
Apalagi banyak terjadi perubahan asumsi makro. Misal perubahan kurs rupiah dari Rp 13.400 per dollar AS, dan hingga saat ini perkembangannya di kisaran Rp 15.000 per dollar AS. Begitu juga dengan harga ICP yang tadinya US$ 48 per barel sampai saat ini sudah di kisaran US$ 80 per barel.
Perubahan tersebut dinilai tidak melanggar apabila diajukan dengan membuat APBN-Perubahan. Namun, pemerintah tidak melakukannya. Bahkan Gus mengatakan dalam waktu tiga bulan ini, pemerintah sudah tidak memiliki waktu untuk merumuskan APBN-Perubahan.
"Makanya saya heran kok bertahan tidak mengajukan APBN-Perubahan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News