kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketimpangan sosial ekonomi jadi fokus 2018-2019


Senin, 11 September 2017 / 07:05 WIB
Ketimpangan sosial ekonomi jadi fokus 2018-2019


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi menjadi salah satu prioritas pemerintah tahun 2018 dan 2019. Dengan fokus itu, pemerintah menargetkan angka kemiskinan turun menjadi di bawah 10% dari jumlah penduduk dan angka gini ratio turun menjadi 0,37-0,38 pada tahun 2019.

Angka itu lebih rendah dari perkiraan angka kemiskinan dan kesenjangan tahun ini yang masing-masing sebesar 10,4% dan 0,39. Sementara pada tahun depan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memperkirakan tingkat kemiskinan dan gini ratio masing-masing di angka 9,5%-10% dan 0,38.

Itulah sebabnya pemerintah akan menggelontorkan dana lebih besar untuk subsidi dan bantuan sosial. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, perbaikan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat dengan kemiskinan berlebih (extreme proverty) menjadi hal penting. Pasalnya, jika masyarakat tersebut bisa keluar dari extreme proverty maka akan membantu penurunan ketimpangan ekonomi.

Dia mengklaim, selama 16 tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,3%. Selama itu persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia menunjukkan tren yang menurun dari 19,1% pada September 2000 hingga 10,6% pada Maret 2017.

Berbeda dengan gini ratio yang sempat mengalami kenaikan pesat dua kali selama periode sebelumnya, yaitu tahun 2006 dan 2011 hingga di atas 0,4. Padahal pada periode 2006 dan 2011, ekonomi Indonesia tengah tumbuh tinggi. Misal di 2011 dengan kenaikan harga komoditas. "Ketika pertumbuhan ekonomi membaik atau cenderung tinggi, gini rationya memburuk. Artinya perbaikan ekonomi belum diikuti oleh pemerataan," kata Bambang, Jumat (8/9).

Bambang beralasan, ketimpangan naik karena walau jumlah penghasilan penduduk miskin bertambah, tetapi kenaikan penghasilan penduduk kaya lebih besar. Ketimpangan di perkotaan juga lebih tinggi dibandingkan di perdesaan, lantaran jumlah penduduk dengan pengeluaran di bawah pertumbuhan pengeluaran rata-rata per kapita di perkotaan lebih besar.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan, persoalan ketimpangan ekonomi tidak bisa dihindari negara berkembang manapun. Ia bilang, ketika negara tumbuh cepat maka akan diikuti oleh ketidakmerataan yang tinggi dan yang paling diuntungkan adalah kelompok masyarakat kaya.

Meski demikian, Tony menilai akan ada suatu titik ketika pertumbuhan ekonomi tinggi di suatu negara, tetapi ketimpangan antara si kaya dan si miskin menyempit sehingga ketidakmerataan membaik. "Indonesia suatu hari akan mengalami periode ini tetapi pemerintah harus tetap intervensi dan tak boleh berdiam diri," kata Tony.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×