Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja manufaktur Indonesia kembali menurun pada Agustus 2019. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menilai ketidakpastian kebijakan pemerintah merupakan salah satu penyebab kinerja industri manufaktur melemah.
Salah satu kebijakan yang menyandung kinerja industri manufaktur, khususnya industri plastik adalah kebijakan cukai plastik. Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono menilai pemerintah tidak pro industri. Menurut dia, seharusnya yang menjadi fokus pemerintah bukan pada sampah plastik, tetapi pada pengelolaan sampah plastik.
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2019 turun ke posisi 49,0
Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah pun dianggap masih membebani ujung tombak industri berwawasan lingkungan, yaitu industri daur ulang plastik dengan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).
"Seharusnya perusahaan ini diberi insentif, pembinaan, dan juga dirangkul. Ini malah dibebani dengan PPN dan PPh," ujar Fajar saat dihubungi Kontan.co.id Selasa (3/9).
Selain kebijakan pemerintah, penyebab lain lesunya industri plastik adalah semakin derasnya arus masuk makanan dan minuman dari luar negeri sebagai akibat perang dagang Amerika dan China.
Produk dari China yang harusnya masuk ke Amerika, tidak bisa masuk dan akhirnya dialihkan ke Indonesia. Ini menyebabkan menurunnya produksi makanan dan minuman dalam negeri, dan tentu berimbas pada permintaan packaging-nya.
Baca Juga: Pengusaha tekstil: Perang dagang masih memberi imbas pada perkembangan manufaktur
Ke depannya, Fajar berharap pemerintah bisa memberikan kepastian kepada industri manufaktur. Kepastian tersebut terkait dengan kebijakan, insentif, dan juga terkait dengan kebijakan untuk menanggulangi efek dari perang dagang.
Karena bila indeks manufaktur Indonesia terus menurun, imbasnya bukan hanya kepada penurunan ekonomi di Indonesia juga, tetapi pada lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News