Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya atau BI rate sebesar 7,5% dengan suku bunga Deposit Facility 5,5% dan Lending Facility pada level 8% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan, Kamis (15/10).
Keputusan tersebut dianggap masih sejalan dengan upaya menjaga inflasi dalam sasaran 4% plus minus 1% pada 2015 dan 2016.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menyatakan, risiko ketidakpastian global masih tinggi.
Maka, kebijakan BI dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah stabilisasi nilai tukar, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing.
"Maka BI akan tetap berhati-hati dan mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global yang lebih kondusif," kata Tirta, Kamis (15/10).
Lebih lanjut menurutnya, pemulihan ekonomi global masih terbatas.
Keterbatasan tersebut terutama bersumber dari masih terbatasnya pertumbuhan ekonomi emerging markets, khususnya China yang diperkirakan terus melambat.
Hal itu, lanjut Tirta, tercermin dari indikator manufaktur China yang menurun disertai dengan ekspor yang masih lemah.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara maju membaik, meskipun masih belum solid.
Namun, pemulihan ekonomi AS masih rentan yang tercermin dari indikator ketenagakerjaan yang masih lemah.
Melemahnya indikator ketenagakerjaan AS dan rilis minutes FOMC September 2015 yang cenderung dovish menguatkan kembali perkiraan penundaan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan terus membaik, ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan sektor manufaktur yang ekspansif.
"Pemulihan ekonomi global yang masih terbatas berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun," tambahnya.
Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III diperkirakan sedikit lebih tinggi dari periode sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh belanja modal pemerintah dan akselerasi investasi pemerintah.
Namun lanjut Tirta, aktivitas sektor swasta masih berjalan relatif lambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News