Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan bunga pinjaman perbankan turun belum akan terwujud dalam waktu dekat. Bank Indonesia (BI) diprediksi mempertahankan bunga acuannya (BI rate) di level 7,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis ini (15/10).
Prediksi itu diungkapkan sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN. Mereka berpandangan, belum waktunya BI menurunkan atau menaikkan suku bunga. "Mempertimbangkan risiko yang ada, saya kira BI rate masih tetap, walaupun ada suara-suara yang meminta BI rate diturunkan karena rupiah lumayan menguat," kata Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, Selasa (13/10).
Menurut Lana, risiko global masih ada. Ia merujuk ke spekulasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih beredar. Spekulasi terbaru, kenaikan bunga itu baru terlaksana di tahun depan. Ketidakpastian itu yang disebut Lana akan menjadi pertimbangan BI.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang menguat pekan ini. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI menunjukkan, pada 5 Oktober 2015 kurs di level Rp 14.604 per dollar AS, menguat dari hari sebelumnya, Rp 14.709 per dollar AS. Penguatan berlanjut hingga 12 Oktober 2015 ke level Rp 13.466 per dollar AS.
Lana melihat penguatan rupiah bukan karena fundamental Indonesia, tetapi karena isu yang bersifat sementara. Seperti adanya pinjaman dari China sebesar US$ 3 miliar untuk menambah valas. Paket kebijakan pemerintah juga belum berpengaruh terhadap kurs rupiah.
Lana bilang, ada kemungkinan BI rate turun 25 basis poin di Desember mendatang. Kemungkinan itu bisa terjadi jika kurs rupiah mencuat ke level yang lebih tinggi, yaitu Rp 12.600 - Rp 12.800 per dollar AS dan The Fed memberi sinyal kenaikan suku bunga dilakukan tahun depan.
Ekonom DBS, Gundy Cahyadi juga memproyeksikan BI rate bertahan 7,5%. BI masih mengutamakan stabilitas sistem keuangan. Apalagi dampak lemahnya rupiah terhadap inflasi dan sektor produksi masih menjadi perhatian. "Tidak ada ruang bagi BI memangkas suku bunga saat ini ," ungkapnya.
Ekonom BCA David Sumual bilang, kondisi dalam negeri pada semester II 2015 mulai membaik, ini ditandai oleh kepercayaan pasar melalui penguatan rupiah, inflasi tahunan pada November yang turun dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang membaik.
Namun perbaikan itu belum cukup lantaran masih berlanjutnya ketidakpastian global dari kebijakan moneter The Fed dan China yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dia melihat peluang penurunan BI rate tahun depan. "Kalau CAD membaik ke arah 2%, rupiah stabil, inflasi rendah, neraca dagang bagus dan The Fed sudah jelas, turunnya bisa drastis atau gradual," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News