Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah daerah dinilai tak bisa terus bergantung pada pemerintah pusat. Ekonom UPN Veteran Jakarta, Ahmad Nur Hidayat, menyebut sudah waktunya pemerintah daerah bangkit dan serius mengelola pajaknya sendiri berbasis data, teknologi, dan keadilan.
“Kalau kita ingin jadi bangsa besar, kita harus punya sumber pendapatan yang kuat. Bukan sekadar iseng atau sekadar hidup dari belas kasihan pusat,” ungkap Ahmad, Kamis (10/7).
Menurut Ahmad, ketergantungan daerah terhadap transfer dana dari pemerintah pusat sudah terlalu besar, bahkan mencapai 68% dari total pendapatan. Artinya, mayoritas program pembangunan di daerah masih bertumpu pada APBN.
Baca Juga: Kebijakan Pemutihan Pajak oleh Pemda Jadi Penyebab Pendapatan Daerah Tergerus
Namun ironisnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencerminkan kemandirian fiskal daerah justru masih rendah dan mengalami ketimpangan antar wilayah. Beberapa kota seperti Surabaya, Tangerang Selatan, dan Batam mampu mencetak PAD di atas 60%, tapi sebagian besar lainnya masih tertinggal jauh.
“Kalau tidak ada transfer dari pusat, bisa jadi masyarakat di daerah akan menderita. Ini fakta pahit yang harus kita ubah,” ujarnya.
Ahmad memberi analogi tajam, dimana Pemda dalam mengelola pajak tanpa data ibarat pilot terbang tanpa radar. Padahal, menurutnya, pengumpulan pajak yang adil dan efisien tak bisa lepas dari data analitik dan sistem informasi yang mumpuni. Namun faktanya, baru 36% daerah yang memiliki SDM mumpuni dalam pengolahan data pajak.
“Tanpa data, yang kelompok kaya bisa lolos, yang miskin justru ditarik retribusi lebih besar. Ini jelas tidak adil,” lanjutnya.
Baca Juga: Penurunan Penerimaan Pajak Daerah Ancam Capaian Target Local Tax Ratio pada 2025-2029
Optimalisasi pajak, kata Ahmad, bukan soal menagih lebih banyak, melainkan soal membangun kepercayaan dan kredibilitas lembaga pajak di daerah. Pemerintah daerah harus mampu menunjukkan bahwa setiap rupiah yang dipungut benar-benar kembali dalam bentuk layanan.
Ia menyarankan reformasi menyeluruh dari organisasi, SDM, hingga proses bisnis, serta transparansi dalam penggunaan dana pajak. Sistem digital seperti tapping box, integrasi data restoran, atau GIS pajak sudah mulai diterapkan di sejumlah daerah dan patut diperluas.
Ahmad juga menyodorkan peta jalan dalam tiga fase untuk mencapai kemandirian fiskal daerah, yakni fase dasar melalui pembenahan data wajib pajak dan infrastruktur sistem informasi. Fase menengah melalui pembentukan budaya organisasi dan pelatihan SDM, dan fase lanjutan melalui penguatan penerimaan, transparansi, dan pengawasan berbasis teknologi.
Selanjutnya: IHSG Tembus Level 7.000, Simak Proyeksi dan Rekomendasi Sahamnya untuk Jumat (11/7)
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Kojic Acid untuk Wajah, Kulit Sensitif Boleh Coba!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News