Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – BADUNG. Indonesia dan Uni Eropa resmi melakukan penandatanganan penyelesaian substansial Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), pada Selasa (23/9/2025).
Pemerintah menargetkan IEU-CEPA dapat mulai berlaku pada awal 2027.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengungkapkan, kesepakatan IEU-CEPA akan membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal perdagangan.
Baca Juga: IEU-CEPA Diteken, Perdagangan RI-Uni Eropa Diproyeksi Tembus US$ 60 Miliar
Menurutnya, tak hanya soal angka, dengan adanya IEU-CEPA ini, pabrik-pabrik yang akan berekspansi, perusahaan rintisan yang akan berkembang, rantai pasokan yang akan dimodernisasi, dan para pekerja yang akan menemukan martabat dalam peningkatan produktivitas.
“Ya, kita tidak sabar menunggu semua ini untuk mendatangkan lebih banyak lapangan kerja di Indonesia. Karena saat ini, inilah yang kita butuhkan, lebih banyak lapangan kerja,” tutur Shinta dalam agenda Harnessing the Benefits of the IEU CEPA fpr Future prospects and Mutual Growth, Selasa (23/9/2025).
Shinta menambahkan, terdapat banyak tawaran dan peluang bagi Indonesia dari Uni Eropa tetapi keberhasilannya bergantung pada bagaimana kita menghadapi tantangan tersebut.
Baca Juga: Ketum Apindo: Proses Perundingan IEU CEPA Sudah Berlangsung 15 Tahun
Menurutnya, peraturan deforestasi Uni Eropa memengaruhi ekspor utama seperti minyak sawit, perikanan, dan produk kehutanan.
Namun, 97,5% dari 2,5 juta petani kecil di Indonesia tidak memiliki dokumentasi yang diperlukan. Mekanisme Penyesuaian Karbon Air akan menambah biaya setidaknya US$ 341 juta karena banyak ekspor Indonesia mengenakan pajak transfer emisi Uni Eropa.
Di dalam negeri, survei berdasarkan survey Apindo pada 2023 menunjukkan bahwa 79% bisnis Indonesia belum pernah menggunakan Financial Technology and Data Analytics (Teknologi Keuangan dan Analisis Data).
“Bukan karena kurangnya minat, melainkan karena keterbatasan informasi, kapasitas, dan strategi. Perjanjian yang tidak digunakan ibarat peti harta karun yang terkunci, berharga tetapi tidak dapat diakses. Inilah paradoks kita,” tandasnya.
Baca Juga: Perjanjian IEU CEPA Diteken, Indonesia Berpeluang Ekspor Sektor Telekomunikasi
CIPA bisa inklusif, tetapi tanpa persiapan, ia hanya menyimpan pandangan.
Jadi, janjinya tidak hanya bergantung pada teksnya, tetapi juga pada implementasi kita melalui kebijakan, tindak lanjut, kesiapan bisnis, dan sistem pendukung yang memastikan tidak ada perusahaan yang tertinggal.
Selanjutnya: Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,46% ke Rp 16.888 per Dolar AS pada Selasa (23/9/2025)
Menarik Dibaca: Ini Daftar Lengkap 30 Kandidat yang Akan Mendapat Ballon d’Or di 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News