Reporter: Andri Indradie, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi
Di luar dugaan pemerintah, cerita tentang proyek kereta cepat alias high speed railway (HSR) Jakarta–Bandung meluap ke mana-mana. Tak terbendung. Seolah-olah proyek ini akan terlaksana dalam waktu dekat.
Proyek senilai US$ 6,7 miliar ini pun seperti kereta yang tergelincir dari rel, bergerak tanpa kendali. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli berujar, proyek ini sarat permainan. Kata dia, ada pihak tertentu di balik pejabat yang ingin mengambil keuntungan bisnis.
Faktanya, proyek HSR memang terdapat di dalam road map pengembangan jalur kereta api, yaitu Jakarta–Bandung 140 kilometer (km) dan Jakarta–Surabaya sepanjang 700 km. Fakta lainnya, memang ada yang janggal dengan proyek ini, terutama kemunculan China yang muncul secara tiba-tiba.
Mendadak China
Sumber yang terlibat dalam pengerjaan proyek HSR menuturkan, kehadiran China muncul berkat Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Rini menyampaikan ke pihak China bahkan tanpa sepengetahuan menteri lainnya,” ujar sumber KONTAN.
Rini tak mengingkari bahwa dirinya yang mendorong China masuk dan bekerjasama dengan konsorsium pimpinan PT Wijaya Karya Tbk. “Itu BUMN yang menjadi perusahaan di bawah Kementerian BUMN,” ujarnya.
Yang Yong, General Manager Asia China Railway Corporation pun menegaskan, BUMN Indonesia minta China menggelar studi kelayakan. “Tak ada permintaan dari pemerintah Indonesia. Permintaan datang dari BUMN Indonesia,” kata Yang.
Yang juga menegaskan, bukan China atau pihak Jepang yang mengajukan proposal. Pihak Indonesia meminta BUMN China mengadakan studi kelayakan karena pemerintah Indonesia ingin memiliki kereta cepat. “Maka, tidak ada yang namanya beauty contest,” tutur dia.
Minister Kedutaan Jepang di Indonesia Kijima Yoshiko juga berpendapatan senada. Tiga tahun lalu, ujar dia, pemerintah Indonesia datang ke Jepang meminta pemerintah Negeri Sakura melakukan studi kelayakan untuk proyek kereta cepat. “Dua tahun terakhir kami terus membahas tentang proyek ini. Namun tiba-tiba muncul China. Saya juga tidak tahu kenapa,” imbuh Kijima.
China dan Jepang memang terkesan saling bersaing dengan laporan hasil studi kelayakan yang disampaikannya ke Indonesia. Keduanya, menurut pejabat Indonesia yang enggan disebut namanya, sempat mengubah kajian, terutama skema pembiayaan proyek. Namun, Rini menampik kabar itu. “Tidak, laporan baru sekali diberikan,” ujar Rini ke KONTAN, Kamis (20/8).
Apa pun itu, proyek kereta cepat Jakarta–Bandung adalah rencana pemerintah. Pertanyaannya, seberapa besar keberadaan kereta cepat memenuhi kebutuhan masyarakat di kedua kota? Apalagi, harga tiketnya sekitar Rp 200.000 per orang. Lebih mahal dari tiket bus, travel, atau mobil pribadi.
Nah, jika tak laku dan default, pemerintah juga yang bakal menanggung akibatnya, bukan? Terlebih lagi jika pernyataan Rizal itu benar. Ter–la–lu, kata Rhoma Irama.
Laporan utama
Mingguan Kontan No. 47-XIX, 2015
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News