Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasar obligasi belum juga memberi sinyal positif, meski pemerintah telah meluncurkan paket ekonomi jilid kedua. Harga obligasi negara jatuh sehingga yield meningkat. Kini, yield obligasi negara bahkan hampir menyentuh 10%.
Data Indonesia Bond Index (INDO-bex) menunjukkan, rata-rata yield obligasi pemerintah saat ini naik 0,16% menjadi 9,67%. Adapun yield obligasi FR0070 dengan tenor 10 tahun, masih berada di atas angka 9%, yaitu sebesar 9,6%.
Direktur Strategis dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan (Kemkeu) Schneider Siahaan menyatakan, kenaikan yield tersebut tidak berdampak signifikan terhadap beban pembiayaan pemerintah sepanjang tahun ini. "Kenaikan yield hanya berpengaruh terhadap SBN (Surat Berharga Negara) yang akan terbit," kata Schneider, Kamis (1/10).
Hingga saat ini, pemerintah telah telah menerbitkan sebagian besar SBN. Data Kemkeu, realisasi pembiayaan per 31 Agustus 2015 mencapai Rp 246,8 triliun atau 110,9% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Realisasi pembiayaan tersebut mencakup pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 274,6 triliun. Dari total pembiayaan dalam negeri tersebut, realisasi penerbitan SBN sudah mencapai Rp 297,7 triliun. Sedangkan, realisasi pembiayaan luar negeri per akhir Agustus lalu mencapai minus Rp 26,8 triliun yang mencakup pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA), dan pinjaman luar negeri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengakui, kenaikan yield tersebut menunjukkan bahwa saat ini pasar membutuhkan kepercayaan yang lebih tinggi terhadap pemerintah agar bisa mengatasi kondisi ekonomi Indonesia. "Sudah menjadi tugas pemerintah untuk meningkatan kepercayaan pasar," kata Suahasil.
Pemerintah berharap, kepercayaan pasar ke depan dapat meningkat. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan laju inflasi bulanan di September tetap terjaga, yakni deflasi sebesar 0,05%.
Tugas lainnya ialah menjalankan paket kebijakan. "Sektor keuangan lihat paket kebijakan seperti apa, kemarin agak positif. Semoga ini berlanjut," kata Suahasil.
Ekonom Indef Eko Listiyanto menyatakan, kenaikan yield ini menunjukkan risiko yang tinggi yang dilihat oleh pasar keuangan. Menurutnya, pasar masih melihat kondisi ekonomi global yang diproyeksikan masih melambat. Pasar juga melihat sinyal-sinyal kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat pada akhir tahun semakin nyata.
Sayangnya, paket kebijakan pemerintah hanya berdampak sedikit terhadap kepercayaan pasar. Sebab, investor masih akan menunggu realisasi dari kebijakan-kebijakan tersebut.
Lain halnya dengan pemerintah, kenaikan yield obligasi negara itu, di mata Eko, akan menaikkan beban pembiayaan pemerintah. Untunglah, menurut proyeksi Eko, beban pembiayaan tahun ini tidak akan terlalu besar sehingga dampaknya terhadap target pembiayaan dalam APBN-P 2015 tidak besar. "Sebab pemerintah banyak merealisasikan pembiayaan di awal tahun," kata Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News