Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan bakal terjadi tahun depan dipercaya tidak akan banyak berdampak ke inflasi. Pemerintah telah berjanji untuk tidak menaikkan tarif listrik dan harga eceran BBM bersubsidi jenis premium dan solar/biosolar hingga 31 Maret 2018.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengakui, kenaikan harga minyak dunia secara tidak langsung akan mempengaruhi inflasi, tetapi tidak terlalu besar. Sebab hanya harga BBM non-penugasan saja yang akan dinaikkan oleh penjualnya seperti Pertamina dan Shell.
"Untuk harga BBM non subsidi, mereka sendiri yang menyesuaikan. Bisa jadi kelompok yang mengkonsumsi itu akan pindah ke RON 88 atau BBM penugasan yang lebih murah. Atau bisa saja dia tetap beli (non-subsidi) sehingga ada dampak kepada dorongan inflasinya juga," kata Suahasil, Kamis (28/12).
Dengan kondisi itu maka Suahasil yakin, inflasi yang akan terjadi akibat kenaikan harga minyak dunia tidak akan membuat target inflasi pada tahun depan melenceng jauh, yakni di kisaran 3,5% plus minus 1%.
"Inflasi tahun depan masih di 3,5% plus minus 1% dan efek ini tidak terlalu besar," ujarnya.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira bilang, kenaikan harga minyak dunia akan berdampak lebih besar ke inflasi. Walau harga BBM subsidi tidak naik, namun jika pasokannya berkurang, sama saja memaksa masyarakat beralih ke BBM non subsidi yang lebih mahal. Hal itu memicu inflasi semu administered price.
"Inflasi bisa di atas 4%. Selain itu nanti ada kebijakan aneh-aneh dari PLN, misal penggabungan golongan listrik, subsidi listrik disesuaikan dan lain-lain," katanya.
Apalagi asumsi harga minyak di APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel kemungkinan akan meleset karena harga minyak bisa sampai US$ 80 per barel. Saat ini harga minyak dunia sudah di kisaran US$ 60-US$ 64 per barel.
Ekonom Indef yang lain, Eko Listyanto, sebelumnya juga mengatakan, kebijakan pemerintah menahan harga BBM dan tarif listrik hingga kuartal I-2018 akan berdampak positif dan negatif. Positif karena membuat inflasi terkendali.
"Inflasi administered price stabil rendah, sehingga membantu pemulihan daya beli konsumen," katanya.
Sedangkan dampak negatifnya adalah memperbesar kebutuhan anggaran subsidi listrik. "Keuangan Pertamina sebagai distributor BBM Premium juga semakin terbebani," jelas Eko.
Pertamina akan menanggung selisih jika pemerintah tidak menambah subsidi energi atau menyesuaikan harga BBM. Dengan utang Pertamina yang membengkak, maka dikhawatirkan terjadi kelangkaan pasokan Premium dan LPG 3 kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News