Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan, tren kenaikan harga minyak dunia akan memengaruhi harga energi di dalam negeri.
Dengan demikian, selama beberapa bulan ke depan, akan terlihat pergerakan inflasi dalam negeri yang mencerminkan kondisi global tersebut.
Akan tetapi, seberapa besar dampak situasi global ke inflasi dalam negeri, akan sangat bergantung dari langkah pemerintah untuk mencegahnya.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengingatkan, risiko kenaikan harga minyak belum berhenti sampai di sini.
Baca Juga: Penurunan Harga BBM Pertamina Dinilai Jadi Langkah Tepat
Andry memberikan skenario terburuk terkait pergerakan harga minyak. Yaitu, eskalasi perang terus meningkat, kemudian melibatkan negara-negara besar produsen minyak.
"Maka, ini akan berpotensi menaikkan harga minyak dunia hingga berada di atas asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2023," terang Andry kepada Kontan.co.id, Rabu (1/11).
Bila hal ini terjadi, ada dua opsi yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, menaikkan alokasi subsidi dan kompensasi energi kepada badan usaha milik negara (BUMN) terkait. Kedua, kembali menyesuaikan harga BBM dalam negeri.
Namun, dengan melihat kondisi APBN yang masih surplus Rp 67,7 triliun per akhir September 2023, Andry melihat masih ada ruang bagi pemerintah menyerap guncangan tersebut lewat skema subsidi dan kompensasi.
Senada, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengakui, konflik geopolitik menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan risiko terhadap inflasi.
Baca Juga: Waspada! Kenaikan Harga Minyak Jadi Risiko Bagi Inflasi
Faiz memberikan skenario. BIla konflik memanas dan menyebabkan harga minyak dunia melambung tinggi, mau tak mau pemerintah harus kembali melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
"Ini dengan catatan, harga minyak dunia melonjak hingga lebih dari US$ 120 per barel, maka pemerintah harus kembali melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dalam negeri," terang Faiz kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Langkah tersebut bisa dibilang mengulang keputusan pemerintah pada September 2022 silam, yaitu menaikkan harga BBM bersubsidi. Ini kemudian mendorong kenaikan inflasi.
Baca Juga: Bila Harga Minyak Makin Mendidih, Pemerintah Masih Punya Ruang Tingkatkan Subsidi
Sedangkan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, sejauh perang tidak meluas, ia yakin harga minyak masih stabil di kisaran US$ 90 per barel.
Sehingga dengan demikian, ia yakin inflasi dalam negeri tidak akan melonjak signifikan. Bila asumsi harga minyak masih di kisaran tersebut, David yakin inflasi 2023 akan bergerak di kisaran 2,6% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News