Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Iran dan Israel yang semakin memanas mendorong kenaikan harga minyak mentah global. Melansir Reuters, Senin (16/06), harga minyak naik pada awal perdagangan di pasar Asia setelah kedua negara kembali saling melancarkan serangan pada Minggu (15/6).
Minyak mentah Brent berjangka tercatat naik sebesar US$ 1,70 atau 2,3% menjadi US$ 75,93 per barel pada pukul 22.53 waktu setempat. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan sebesar US$ 1,62 atau 2,2% menjadi US$ 74,60 per barel.
Lantas, apakah lonjakan harga minyak mentah global ini akan berdampak negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia dan berpotensi mengubah tren surplus menjadi defisit?
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai bahwa peningkatan harga minyak global tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap potensi defisit neraca perdagangan Indonesia.
Menurutnya, struktur neraca perdagangan Indonesia sebagian besar masih berbasis komoditas.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Berpotensi Tembus US$ 85 per Barel, Biaya Impor Bakal Membengkak
“Jadi pada saat nanti harga minyak mengalami lonjakan, saya yakin juga harga komoditas energi yang lain seperti batu bara, termasuk juga crude palm oil, ini juga akan mengalami kenaikan, sehingga tren surplus kita akan terus terjaga,” tutur Myrdal kepada Kontan, Selasa (17/6).
Namun demikian, Myrdal menyoroti bahwa dampak yang lebih perlu diwaspadai dari kenaikan harga minyak global justru berkaitan dengan pengiriman barang dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Situasi ini dinilainya dapat menciptakan tekanan terhadap neraca dagang Indonesia dengan AS.
“Jadi ada pengaruhnya itu, kalau misalkan pasar kita ke Amerika Serikat terganggu,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa kondisi ini berpotensi mengancam surplus perdagangan Indonesia dengan AS yang setiap bulannya mencapai setidaknya US$ 1 miliar.
Lebih lanjut, Myrdal juga menanggapi dampak kenaikan harga minyak terhadap neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Ia memperkirakan dampaknya masih akan terbatas.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Ditutup Melemah 1%, Terseret Kemajuan Pembicaraan AS-Iran
Menurutnya, neraca transaksi berjalan Indonesia memang masih akan mencatat defisit pada tahun ini. Namun, defisit tersebut diproyeksikan relatif tipis, yakni sekitar 0,92% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 2025.
Proyeksi itu, kata dia, disebabkan oleh pelebaran defisit pada komponen pendapatan primer (primary income), yang terjadi akibat pembagian dividen kepada investor asing.
“Dan itu yang kelihatannya menopang defisit transaksi berjalan kita masih di kisaran 0,92% terhadap PDB,” tandasnya.
Sementara itu, komponen lain seperti pendapatan sekunder (secondary income) yang berasal dari kontribusi tenaga kerja Indonesia (TKI dan TKW), serta surplus perdagangan, diperkirakan masih akan tetap terjaga.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Makin Panas, Indonesia Dikejar Swasembada Energi
Selanjutnya: Satgasus Polri Ikut Urus Penerimaan Negara, Ekonom Beri Peringatan Ini!
Menarik Dibaca: 9 Kebiasaan Orang Tua Tanaman yang Bikin Tanaman Makin Sehat dan Bahagia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News