kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Harga Komoditas Global Picu Peningkatan Beban Utang Pemerintah


Kamis, 08 September 2022 / 20:53 WIB
Kenaikan Harga Komoditas Global Picu Peningkatan Beban Utang Pemerintah
ILUSTRASI. Tren harga pangan dan energi yang tinggi ini akan menjadi tambahan beban konteks pembayaran utang luar negeri. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/18.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Di tengah kondisi geopolitik global yang tidak menentu saat ini, harga pangan dan energi global diperkirakan akan terus naik. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan supply dan juga rantai pasok (suppy chain) yang terganggu.

Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, di tengah kondisi  tersebut, Indonesia yang merupakan importir sebagian barang pangan dan energi juga akan terus mengalami beban impor yang besar.

"Kita harus mengimpor gandum, kita harus mengimpor kedelai, kita harus mengimpor minyak mentah, jadi beban impor kita besar. Kebutuhan valas untuk membiayai impor itu tinggi," ujar Piter dalam Taxation and Sustainable Finance Working Group Webinar, Kamis (9/7).

Baca Juga: Banyak Negara Dihantui Krisis Utang, Ini Saran Ekonom untuk Indonesia

Piter menambahkan, kebutuhan valas untuk impor tersebut akan menekan nilai tukar rupiah dikarenakan nilai tukar rupiah akan ditentukan oleh sisi supply dan demand dari valas. Sehingga impor yang tinggi akan menyebabkan demad impor juga ikut tinggi. Harga valas akan meningkat sehingga nilai tukar rupiah akan melemah sehingga akan menambah beban pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah.

"Jadi tren harga pangan dan energi ini terus tinggi ini akan menjadi tambahan beban konteks pembayaran ULN, walaupun ULN kita sendiri mengalami penurunan," ungkapnya.

Sebagai informasi, posisi ULN pemerintah pada Kuartal II-2022 sebesar US$ 187,3 miliar, atau turun dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 196,2 miliar. Sementara secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi sebesar 8,6% yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya yang sebesar 3,4%.

Selain itu, Piter menyebut, kenaikan harga pangan dan energi di pasar global juga memicu terjadinya lonjakan inflasi di banyak negara. Sehingga guna meredam lonjakan inflasi tersebut, banyak bank-bank sentral dunia menaikkan suku bunga acuannya.

Baca Juga: Ekonom Senior Faisal Basri Sebut Negara Anggota G20 Raja Utang

Kenaikan suku bunga acuan ini akan memicu kenaikan suku bunga pembiayaan dan juga yield surat-surat berharga termasuk Surat Utang Negara (SUN). Jadi menurutnya, dalam hal ini ketika pemerintah Indonesia ingin menerbitkan SUN baru, termasuk surat utang global maka harus memberikan kupon atau pun yield yang lebih tinggi.

"Artinya beban utang ULN pemerintah akan semakin meningkat. Jadi yield-nya meningkat, kuponnya meningkat , nilai tukar Rupiah yang melemah itu berkombinasi menyebabkan beban dari pembayaran utang-utang luar negeri kita akan semakin besar. Itu tidak hanya dirasakan oleh pemerintah tapi juga dirasakan oleh swasta," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×