Reporter: Umar Idris, Maria Elga Ratri, Arief Ardiansyah | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Bak bensin, efek kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi khusus mobil pribadi dengan cepat menyambar ke mana-mana. Yang sudah di depan mata adalah inflasi bakal berlari kencang tahun ini.
Sudah bukan rahasia lagi, inflasi tinggi bakal mengekor kenaikan harga BBM bersubsidi. Lihat saja tahun 2005 dan 2008 lalu, saat pemerintah mengerek harga premium dan solar. Angka inflasi ketika itu mencapai dua digit, masing-masing sebesar 17,11% dan 11,06%.
Sambaran efek kenaikan harga BBM bersubsidi juga menggoyang sendi-sendi makroekonomi negara kita lainnya, mulai neraca perdagangan, nilai tukar rupiah, dan defisit anggaran. Tapi, “Dari semua indikator makro, inflasi akan banyak terpengaruh dan harus diperhatikan serius,” kata Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute.
Purbaya menghitung, jika pemerintah jadi menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi menjadi Rp 6.500 per liter, inflasi tahun ini akan bertambah sebesar 0,5%. “Sampai akhir tahun, saya rasa masih di kisaran 5,4% atau paling buruk 6%,” proyeksi Purbaya.
Dampak ke inflasi memang tidak gede-gede amat. Soalnya, kenaikan harga BBM bersubsidi hanya berlaku bagi mobil pribadi pelat hitam saja. Sedangkan sepeda motor, angkutan umum, dan angkutan barang masih boleh membeli premium dan solar di harga yang sekarang, yakni sebesar Rp 4.500 seliter.
Lana Soelistyaningsih, ekonom Universitas Indonesia punya prediksi yang beda. Menurut dia, walau kenaikan harga BBM bersubsidi hanya berlaku bagi mobil pribadi, inflasi akan bertambah sebesar 1% hingga 1,4%. Penambahan inflasi ini secara bertahap dan berlangsung selama lima bulan sejak kebijakan itu berlaku. Berbeda dengan kenaikan harga BBM tahun 2005 lalu, tambahan inflasi akibat kebijakan itu hanya berlangsung dua bulan. Sebab, “Sekarang waktunya sudah terlambat, sudah mau puasa dan Lebaran, sehingga inflasi kembali normal baru September setelah Lebaran,” katanya.
Sama seperti Lana, Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri memprediksikan tambahan inflasi 1% dari target pemerintah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 yang sebesar 4,9%, sebagai dampak kebijakan dua harga BBM bersubsidi. Alhasil, laju inflasi tahun ini bakal mencapai level 5,9%.
Efek ronde kedua
Lain lagi dengan hitungan Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi Keuangan (XI) DPR. Anggota Fraksi Partai Golkar ini memperkirakan, inflasi bakal melesat akibat dorongan dari kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi. Tahun ini, laju inflasi bakal bertambah 2% hingga 2,5%.
Tapi, ini belum menghitung efek inflasi ronde kedua. Menurut Harry, para penyedia produk dan jasa bisa mencari-cari alasan untuk terus mengerek harga barang dan tarif jasa seakan-akan efek kenaikan harga BBM bersubsidi yang hanya untuk mobil pribadi sangat besar. “Pemerintah harus lebih awas soal ini,” pesan dia.
Ujungnya, ditambah efek second round dari kebijakan ini, total tambahan inflasi bisa mencapai 4%. Bahkan, bila penanganan pemerintah jelek, tak mustahil tambahan inflasi mencapai 5%. Walhasil, inflasi tahun ini bisa terbang bebas ke level 9,5% sampai 10,5%. Sehingga, “Presiden harus memastikan para menterinya bisa mengontrol inflasi,” ujar Harry.
Tapi, Lukita Dinarsyah Tuwo Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, yakin pemerintah bisa meredam dampak inflasi akibat kebijakan dua harga BBM bersubsidi. Cuma, dia mengakui, tugas pemerintah menjadi lebih berat karena harus mengendalikan inflasi bawaan dari bulan sebelumnya. “Inflasi tahunan per Maret masih relatif tinggi, sebesar 5,9% karena imbas kenaikan harga bawang putih dan bawang merah yang tinggi,” kata dia.
Sambaran kenaikan harga BBM bersubsidi tidak berhenti di inflasi. Soalnya, kebijakan ini belum tentu mengerem konsumsi premium dan solar. Kalau penggunaan BBM bersubsidi tetap tinggi, efek berikutnya adalah defisit neraca dagang tetap berlanjut, lalu nilai tukar rupiah melemah dan defisit anggaran makin melebar.
Catatan saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit neraca dagang Indonesia sepanjang Januari-Februari lalu mencapai US$ 410 juta. Jurang defisit itu bersumber dari impor BBM yang pada Februari lalu saja mencapai US$ 2,22 miliar, dan impor premium yang paling besar andilnya.
Pengawasan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi juga harus ketat. Soalnya, kebijakan ini sangat rawan praktik penyimpangan. “Jika mencapai kuota BBM bersubsidi tahun ini yang sebesar 46 juta kiloliter (KL) atau mendekati, pemerintah harus tegas,” kata Lana.
Defisit menjadi 2%
Bila pemerintah tetap menambah kuota sehingga harus menambah bujet subsidi, tentu defisit anggaran tahun ini ikutan bertambah. “Sikap tegas adalah tidak menambah kuota lagi, lalu semua ikut harga BBM bersubsidi yang baru Rp 6.500 per liter,” saran Lana.
Pri Agung Rakhmanto, pengamat energi, juga memiliki pendapat senada. Menurut Pri, jika pengawasan tidak berjalan, tentu banyak terjadi penyelewengan sehingga kuota BBM bersubsidi akan jebol. Sebab, “Volume konsumsi belum tentu akan turun dengan kebijakan baru tersebut,” tutur dia.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak menutup mata terhadap risiko konsumsi yang bakal tetap tinggi ini. Kebijakan dua harga BBM bersubsidi memang tidak serta-merta akan menahan konsumsi sesuai kuota 46 juta kl. “Dengan langkah penghematan dan pengendalian diperkirakan konsumsinya di angka 48 juta kiloliter untuk tahun ini,” ungkap Agus.
Kelebihan kuota itu pasti berdampak ke defisit anggaran. Sekalipun ada kenaikan harga premium dan solar yang bisa menghemat subsidi BBM, pemerintah tak akan bisa menjaga defisit anggaran sesuai target APBN 2013 sebesar 1,65% dari produk domestik bruto (PDB). Agus mengatakan, defisit anggaran akan ada di atas kisaran 2% hingga akhir tahun.
Itu sebabnya, Agus bilang, langkah pemerintah selanjutnya adalah memotong anggaran belanja negara terutama kementerian dan lembaga. Upaya ini dilakukan agar kondisi fiskal tetap sehat. Sumber KONTAN membisikkan, Kementerian Keuangan memiliki skenario pemotongan anggaran belanja hingga 8% dari total anggaran belanja negara tahun ini. “Agar defisit tidak meleset jauh
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 30 - XVII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News