Reporter: Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati, Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di luar dugaan, Bank Indonesia (BI) memilih menaikkan suku bunga acuan atawa BI rate 0,25% menjadi 7,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (12/11). Rapat itu juga menaikkan bunga lending facility dan deposit facility 0,25% menjadi masing-masing 7,5% dan 5,75%. Keputusan ini langsung membuat pasar bereaksi negatif.
Lihat saja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung ditutup minus 1,38% ke level 4.380,64 poin. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah BI juga anjlok ke level Rp 11.578. Pasalnya, banyak indikator makro ekonomi yang menunjukan perbaikan.
Inflasi tahunan yang sempat melesat ke angka tertinggi pada bulan Agustus yakni sebesar 8,79% melandai di bulan Oktober 2013 yakni ke level 8,32%. Meski neraca transaksi berjalan masih defisit, angkanya mulai menyusut. Jika triwulan II 2013, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 9,8 miliar, maka di triwulan ke III, defisit transaksi berjalan mulai menipis menjadi US$ 8,4 miliar.
Bank sentral beralasan, kenaikan suku bunga acuan lantaran pemulihan ekonomi global masih penuh ketidakpastian. Keputusan penundaan tapering off the Fed serta pembahasan debt ceiling membentuk pola pertumbuhan ekonomi dunia bergeser ke negara-negara maju. Dampaknya pertumbuhan ekonomi negara berkembang melambat. Kondisi ini rawan terjadi pembalikan modal investor ke negara-negara maju.
Menurut ekonom BCA David Sumual, pengetatan moneter diambil lantaran bank sentral melihat impor bahan bakar minyak (BBM) dan barang modal tetap melimpah. Celakanya pemerintah belum melakukan langkah nyata mengurangi impor. Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang mendorong impor dengan pemberian insentif pajak ke produsen mobil murah. Ini memacu impor mesin-mesin dan pemakaian BBM.
Namun, menurut ekonom BII Juniman, reaksi bank sentral kali ini terlalu berlebihan. Keputusan BI menaikkan BI rate akan membuat bandul pertumbuhan ekonomi Indonesia kian lambat. Diprediksi, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 5,5%-5,8% sepanjang tahun ini. Keputusan BI menaikkan bunga acuan juga akan membuat pelambatan ekonomi Indonesia kian parah. Perbankan akan menaikkan bunga pinjaman. Korporasi berhenti ekspansi. Bunga tinggi juga akan menurunkan daya beli.
Makanya, Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa meminta agar BI dan Pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan. "Jika tidak bisa terjadi resesi," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News