kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.753   42,00   0,27%
  • IDX 7.468   -11,36   -0,15%
  • KOMPAS100 1.154   0,16   0,01%
  • LQ45 915   1,77   0,19%
  • ISSI 226   -0,94   -0,41%
  • IDX30 472   1,65   0,35%
  • IDXHIDIV20 569   1,75   0,31%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,25   0,16%

BI rate naik, pemerintah harus siapkan insentif


Selasa, 12 November 2013 / 18:56 WIB
BI rate naik, pemerintah harus siapkan insentif
ILUSTRASI. Prospek saham PT Media Nusantara Citra Tbk akan terbantu dari pertumbuhan pendapatan di segmen digital


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Melihat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2013 masih tinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hari Selasa (12/11) ini memutuskan untuk kembali mengeluarkan kebijakan moneter ketat atau tightening dengan menaikan BI rate menjadi 7,5%.

Kebijakan BI ini memang cukup mengejutkan. Pasalnya, saat ini kondisi makro ekonomi Indonesia relatif lebih stabil dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.

Hal itu terlihat dari inflasi yang sudah mulai kembali ke level 0,09% di bulan Oktober. Bahkan, dibulan September lalu sempat mengalami deflasi sebesar 0,35%.

Selain menaikkan BI rate, suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility juga dinaikan masing-masing naik menjadi 7,50% dan 5,75%.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Johansyah menjelaskan, keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa defisit transaksi bejalan menurun ke tingkat yang lebih sehat, dan inflasi tetap terkendali menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014.

Namun, menurut Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa, kenaikan BI rate bisa membuat pertumbuhan melambat semakin dalam.

Memang, saat ini pemerintah dan BI lebih fokus memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan ketimbang menjaga pertumbuhan. “Kalau BI dan pemerintah tidak hati-hati pelambatan ekonomi bisa menyebabkan resesi,” ujar Purbaya.

Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat faktor lain. Menurutnya, kebijakan BI memang perlu dilakukan, mengingat hingga kini pemerintah belum mampu menurunkan impor, sehingga current account deficits masih akan tetap tinggi. Selain itu, nilai tukar rupiah beberapa hari terakhir sudah terdepresiasi cukup tinggi.

Oleh karena itu, dengan kenaikan BI rate diharapkan bisa menekan impor barang, terutama barang konsumsi. Sehingga current account deficits bisa lebih kecil.

Tetapi, ia juga bilang, konsekuensi dari Bi rate naik, membuat pemerintah harus mengimbanginya dengan kebijakan insentif supaya industri tidak terganggu, sehingga menjaga lapangan kerja tetap aman.

Wakil Menteri keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan, pemerintah selalu berupaya menjaga stabilitas dunia usaha. Sehingga kenaikan BI rate ini tidak akan berdampak terlalu dalam.

“Pokoknya kita tahu ekonomi melambat, dan itu terjadi di hampir semua negara di dunia. Kita masih tumbuh itu cukup bagus di atas 5%,” ujar Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×