Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski telah menyelesaikan pemeriksaan sementara atas kantor akuntan publik (KAP), Deloitte, dalam kasus gagal bayar medium terms notes (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atawa SNP Finance, Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyatakan bahwa kewenangan pemberian sanksi berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kemkeu Langgeng Subur mengatakan, pihaknya hanya bertugas melakukan pemeriksaan atas Deloitte. "Kalau dengan SNP, kami tidak ada garis kewenangan pembinanan, yang berwenang adalah OJK," kata Langgeng saat dihubungi KONTAN, Senin (23/7).
Dari hasil pemeriksaan sementara, Kemkeu menemukan bahwa audit yang dilakukan Deloitte terhadap kinerja keuangan Sunprima memiliki beberapa celah. Pertama, mengenai skeptisme yang perlu dimiliki auditor serta pemahaman mengenai sistem pencatatan yang digunakan perusahaan. Kedua, pengujian yang dilakukan kantor akuntan publik yang diduga tidak sampai ke dokumen dasar.
Meski kewenangan ada di OJK, Langgeng bilang bahwa hasil pemeriksaan ini kelak akan jadi bekal. Selanjutnya, Kemkeu sendiri akan membahasnya dengan OJK, dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). "Setelah pemeriksaan kami akan mengundang rapat dengan IAPI utk meminta pandangan dari asosiasi profesi akuntan publik," sambung Langgeng.
Terkait hal ini, KONTAN belum berhasil menghubungi Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang Budiawan. Sambungan telepon maupun pesan pendek KONTAN belum mendapat respons.
Asal tahu, dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang kini tengah dijalani oleh Sunprima, para kreditur mendesak agar Sunprima dapat segera merampungkan laporan keuanganya yang kini tengah digarap Deloitte.
"Bagaimana janji debitur yang akan melampirkan laporan keuangannya dalam proposal, terlebih sekarang KAP yang ditunjuk juga tengah diperiksa Kementerian Keuangan," kata salah satu satu kuasa hukum kreditur Arin Tjahjadi Maulana dari kantor hukum ST&T advocates dalam rapat kreditur pekan lalu.
Karena sedang dilakukan pemeriksaan, beberapa kreditur bahkan meminta agar Sunprima dapat menggunakan KAP lain selain Deloitte, agar laporan keuangan yang dijanjikan segera diketahui. Ini diperlukan guna mengetahui kemampuan Sunprima dapat menunaikan kewajibannya dalam PKPU.
Departement Head Legal Litigation 2 Bank Mandiri Sigit Yuniarso misalnya mengusulkan agar dapat menggaet Ernst & Young guna melakukan audit forensik atas kesehatan keuangan Sunprima. Sigit bilang, ada dua faedah jika audit forensik dilakukan. Pertama, tentu soal penelusuran asset-asset dalam rangka upaya perolehan pengembalian kredit PT SNP. Kedua, hal tersebut juga berguna mengungkap aliran dana dari para kreditur, termasuk jika adanya penyalahgunaan.
"Karena audit forensik itu agak berbeda dengan audit biasa. Dia audit yang memang khusus menangani penelusuran aset dan aliran dana," jelas Sigit saat dihubungi KONTAN, Senin (23/7).
Dalam proses PKPU, Sunprima sendiri punya tagihan senilai Rp 4,094 triliun. Rinciannya ada lima kreditur konkuren (tanpa jaminan) dengan tagihan Rp 338 juta, dan Rp 3,957 triliun untuk 354 kreditur separatis (pegang jaminan). Ditambah adanya tagihan bunga dan denda senilai Rp 17,020 miliar dari kreditur separatis.
Sementara rincian kreditur separatisnya adalah 14 kreditur berasal dari perbankan dengan taguhan senilai Rp 2,22 triliun, dan 336 pemegang MTN dengan tagihan senilai Rp Rp 1,85 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News