Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Pedoman Penilaian Bumi dan/atau Bangunan dalam rangka membantu Pemerintah Daerah menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Melalui pedoman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018 tersebut, Kemkeu berharap Pemda dapat menetapkan NJOP dengan lebih relevan dan reliable.
Pasal 79 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang besarannya ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap tiga tahun.
Kecuali, untuk objek pajak tertentu yang dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya. Namun, Kemkeu menilai sebagian besar Pemda kesulitan menetapkan NJOP dan masih menggunakan NJOP yang belum dimutakhirkan
"Sehingga NJOP di daerah belum mencerminkan harga transaksi atas objek Bumi dan Bangunan di daerah tersebut," terang Kemkeu dalam lampiran PMK tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemkeu Nufransa Wira Sakti, lebih lanjut menjelaskan, PBB-P2 merupakan sumber penerimaan yang penting bagi daerah.
"Pedoman penilaian ini sangat penting dalam menyesuaikan basis pajak (NJOP) yang elastis dan rasional," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (13/1).
Adapun, isi dari ketentuan penilaian PBB-P2 dalam PMK anyar tersebut tidak berbeda jauh dengan pedoman yang sebelumnya telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemkeu melalui Buku Pedoman Umum Pengelolaan PBB-P2 tahun 2014 silam.
Pedoman ini dikeluarkan saat diputuskan adanya pengalihan wewenang pemungutan pajak PBB-P2 dari sebelumnya oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada pemerintah daerah.
Hanya saja, melalui PMK tersebut pemerintah merinci lebih detail terkait teknik dan tata cara penilaian, terutama dalam menentukan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB).
ZNT merupakan area yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas blok.
Sementara, DBKB adalah daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/ atau biaya komponen material bangunan dan biaya komponen fasilitas bangunan.
Asal tahu saja, melalui UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, daerah telah diberikan kewenangan untuk memungut pajak (taxing power).
Selain PBB-P2, UU tersebut juga turut juga mengalihkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan menjadi pajak daerah.
Nufransa menyebut, penerbitan PMK tentang Pedoman Penilaian PBB-P2 tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pemungutan pajak daerah sesuai dengan potensi yang ada, serta tidak membebani wajib pajak secara berlebihan.
"Pada gilirannya, daerah pun dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News