Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) membantah kabar yang menyebutkan proses pemilihan pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan secara tidak transparan. Kementerian Keuangan juga memastikan tak ada aksi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) atau intrik yang melibatkan uang, dalam proses pemilihan pejabat Dirjen Bea dan Cukai seperti yang dituduhkan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Ki Agus Badarudin menuturkan, sampai saat ini Dirjen Bea dan Cukai masih dijabat Agung Kuswandono dan belum ada proses pemilihan penggantinya.
"Menteri Keuangan belum pernah memberikan arahan apalagi menetapkan calon Dirjen Bea Cukai. Pada saatnya nanti apabila akan dilakukan pengisian Jabatan Dirjen Bea Cukai akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Ki Agus Badarudin, Senin (2/3).
Ia menegaskan, jabatan apa pun di lingkungan Kemenkeu, termasuk jabatan Dirjen Bea Cukai, tidak pernah dibanderol atau dikaitkan dengan nilai uang. "Pejabat eselon II atau eselon I Kemenkeu memungkinkan saja untuk menduduki jabatan eselon I tertentu, sepanjang pejabat yang bersangkutan memenuhi persyaratan dan mengikuti proses sesuai ketentuan, seperti proses pemilihan DJP yang lalu," ucapnya.
Kabar tak sedap soal proses pemilihan Dirjen bea dan Cukai ini menyeruak dari artikel yang ditulis akun bernama Grass Roth, di forum Kompasiana baru-baru ini. Menurut artikel tersebut, terdapat sejumlah nama titipan untuk menempati posisi jabatan strategis di Ditjen Bea Cukai. Proses politik dirasakan sejumlah lebih terasa, ketimbang proses kontestasi yang seharusnya terjadi.
Proses penilaian kandidat lewat fit and proper test pun, kabarnya tak dilakukan sebagaimana mestinya. Proses tersebut hanya dilakukan atas dasar formalitas semata. Ada pula artikel bertajuk ‘Surat Terbuka’ kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, juga di forum sama, seolah menegaskan ada ‘bagi-bagi jabatan’ di institusi keuangan itu.
Pengirim surat, yang mengaku pejabat tersingkir di sana, menyebut Menteri Keuangan 'tersandera' oleh keinginan dari orang-orang yang berperan dalam pengangkatannya sebagai Menteri di kabinet Joko Widodo. "Apakah Bapak takut direshufle sebagai menteri karena tidak menuruti permintaan orang orang yang menyokong Bapak menjadi menteri, atau idealisme Bapak sebagai akademisi sudah luntur?," tulis surat tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News