Reporter: Rika Panda | Editor: Edy Can
JAKARTA. Demi mengatasi konflik antara masyarakat di Kabupaten Mesuji, Lampung dengan perusahaan perkebunan PT Silva Inhutani, Kementerian Kehutanan (Kemhut) menawarkan pola hutan tanaman rakyat (HTR) kepada warga. Dengan sistem ini, masyarakat yang bermukim di Mesuji dapat mengolah hutan seluas 10 hektare (ha) per kepala keluarga.
Namun, penduduk mesti menanami hutan tersebut dengan pohon yang menghasilkan kayu seperti sengon. Warga Mesuji juga dapat tetap tinggal di dekat kawasan HTR.
Direktur Penyidikan dan Pengamanan Hutan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemhut Raffles B. Panjaitan mengatakan, cara ini sebenarnya juga pernah ditawarkan kementeriannya pada tahun 2010. Kala itu, Kemhut menawarkan 2.500 ha lahan untuk dikelola dengan pola HTR. "Tapi, tawaran ini ditolak, padahal HTR program pemerintah dan kalau mereka mau, dapat dana pengelolaannya juga," katanya, Ahad (18/12).
Sebaliknya, Raffles mengungkapkan, masyarakat malah meminta 2.500 ha di kawasan hutan tanaman industri (HTI ) Register 45, Sungai Buaya, Lampung, disertifikasi menjadi milik mereka. Tentu saja Kemhut menolaknya.
Tawaran Kemhut adalah tetap pola HTR dan tawaran ini berlaku hingga saat ini. Raffles menceritakan, konflik berdarah di Mesuji terjadi akibat masyarakat melakukan perambahan di lahan milik Silva Inhutani. Perusahaan ini mendapatkan izin konsesi HTI sejak 1997 seluas 43.100 ha.
Namun, pada 2000 hingga 2001, masyarakat yang kebanyakan pendatang dari daerah lain mulai merambah lahan kepunyaan Silva Inhutani. Menurut Raffles, masyarakat perambah mulai merusak dan menanami lahan milik Silva Inhutani dengan tanaman palawija dan kelapa sawit.
Perambahan ini membuat perusahaan tersebut meminta bantuan Kemhut termasuk kepolisian untuk menghalau kegiatan ilegal itu. Tetapi, masyarakat datang silih berganti menanami lahan sengketa dengan palawija dan kelapa sawit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News