kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.090.000   -8.000   -0,38%
  • USD/IDR 16.630   72,00   0,43%
  • IDX 8.051   42,68   0,53%
  • KOMPAS100 1.123   6,98   0,62%
  • LQ45 810   0,68   0,08%
  • ISSI 279   2,38   0,86%
  • IDX30 423   1,81   0,43%
  • IDXHIDIV20 485   2,83   0,59%
  • IDX80 123   0,38   0,31%
  • IDXV30 132   0,38   0,29%
  • IDXQ30 135   0,57   0,43%

PPh 21 DTP Dinilai Tak Beri Dampak Besar ke Industri Sepatu


Jumat, 19 September 2025 / 14:59 WIB
PPh 21 DTP Dinilai Tak Beri Dampak Besar ke Industri Sepatu
ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu kulit di workshop Falio & Boston Jakarta, Rabu (16/7). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/16/07/2025. Aprisindo menilai insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja industri padat karya, termasuk sepatu, tak berdampak signifikan.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menilai insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja industri padat karya, termasuk sepatu, tak berdampak signifikan. 

Menurut Eddy, besaran insentif tersebut relatif kecil sehingga tidak mampu mendorong daya beli pekerja maupun penjualan produk dalam negeri. “PPh 21 kan kecil sekali, nilai ekonominya tidak besar,” ujar Eddy kepada Kontan, Jumat (19/9/2025).

Eddy menjelaskan, saat ini tantangan yang tengah dihadapi industri sepatu domestik datang dari tingginya biaya produksi (high cost). Nah terkait itu, upah minimum menjadi salah faktor yang membuat biaya industri domestik jauh lebih mahal dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam dan Tiongkok.

Baca Juga: Perusahaan Asal Batang Ekspor Sepatu Converse ke AS, Bukti Kuatnya Industri Alas Kaki

Di China dan Vietnam, Eddy menyoroti kenaikan upah minimum yang tak terjadi dalam dua tahun terakhir. Sementara itu, tahun ini saja di Indonesia terjadi kenaikan upah minimum kisaran 6%, yang pada gilirannya mendorong biaya produksi makin tinggi. “Itu menjadi momok bagi kita juga,” ungkapnya. 

Ia menjelaskan, insentif PPh 21 DTP setiap bulan, yang mana jumlahnya pun tak seberapa besar, tak cukup menutup kebutuhan pekerja yang terus bertumbuh dan menuntut kenaikan upah tiap tahunnya. 

Eddy menambahkan, kondisi high cost ini juga membuat produk impor lebih kompetitif di pasar dalam negeri. “Harusnya kita bisa memenuhi pasar lokal. Tapi karena high cost, produk impor lebih murah. Belum lagi masalah pajak di Indonesia yang tinggi, yang kita semua tahu dan jadi keresahan bersama,” imbuhnya.

Pada periode Januari–Juli 2025, APRISINDO mencatat impor sepatu sudah meningkat 26,75% secara tahunan atau year-on-year (yoy) ke posisi US$ 707,70 juta. Sementara itu, posisi ekspor sepatu pada periode yang sama tumbuh 13,32% yoy menjadi US$ 4,47 juta.

Eddy masih optimistis kinerja ekspor bisa tumbuh lebih baik, targetnya untuk tahun penuh 2025 mencapai 15%. Iklim perdagangan global yang mulai kondusif setelah ditetapkannya tarif Amerika Serikat (AS), serta sejumlah kesepakatan dagang Indonesia seperti IEU-CEPA, dapat menjadi katalis positif yang menjaga kinerja. 

Pasalnya, kinerja ekspor ini menjadi penentu besar industri sepatu. “Selama permintaan terjaga, PHK (pemutusan hubungan kerja) tidak akan terjadi. Malah, kita bisa menambah pekerja,” kata Eddy.

Baca Juga: Insentif PPh 21 Diperluas, Sektor Pariwisata Masuk Daftar Usulan

Selanjutnya: Streaming Petrokimia vs TNI AU Electric, Klasemen & Jadwal Livoli Divisi Utama 2025

Menarik Dibaca: 18 Daftar Camilan dan Minuman yang Sehat untuk Jantung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×